PopAds

Saturday 24 December 2022

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Latar belakang dari penulisan makalah ini karena perlu adanya pengetahuan akan kriteria atau ciri-ciri seseorang yang sudah matang di dalam beragama. Agar tidak salah paham jika nantinya terdapat sesuatu yang mungkin disangka menyimpang dari ajaran agama, padahal itu merupakan sesuatu yang benar adanya yang siapa saja mungkin melakukannya.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Perkembangan Kepribadian Manusia

2.      Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan

 

C.     Metode Penulisan

Research library, dan dengan mengutip dari buku-buku, kemudian penyusun simpulkan  dalam bentuk makalah.

 

D.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui perkembangan kepribadian manusia

2.      Untuk mengetahui ciri-ciri dan sikap keberagamaan

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Perkembangan Kepribadian Manusia

Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani ditandai dengan pencapaian kedewasaan, sedangkan perkembangan rohani ditandai dengan pencapaian tingkat abilitas/kemampuan yang disebut dengan kematangan. Kematangan merupakan suatu fenomena penting dalam tingkah laku[1].

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut tiga golongan[2], yaitu:

1.      Menurut golongan Nativisme, perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Mereka mengemukakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu dibekali bakat masing-masing baik yang berasal dari orang tua, nenek moyang atau jenisnya. Apabila pembawaan itu baik, maka akan baik pula anak itu kelak. Demikian juga sebaliknya.

2.      Menurut golongan Empirisme, manusia itu lahir dalam keadaan netral, tidak memiliki pembawaan apapun. Semua bayi yang lahir itu selalu dalam keadaan kosong dan perbedaan tingkah laku yang tampak kemudian disebabkan oleh pengaruh lingkungan dalam proses kehidupannya. Mereka tetap mengakui bahwa faktor bawaan sejak lahir setiap orang itu ada, tetapi pembawaan ini akan dapat ditutupi oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan dengan rapat sehingga hal-hal bawaan tadi tidak nampak.

3.      Menurut golongan Konvergensi, bahwa baik bakat/keturunan maupun lingkungan itu memainkan peranan penting dalam pembentukan dan perkembangan anak. Bakat saja tanpa adanya pengaruh lingkungan yang cocok dalam perkembangan anak belumlah cukup, demikian pula lingkungan yang baik tetapi tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak juga tidak akan mendatangkan hasil yang baik.

 

Anak yang normal biasanya pada usia tujuh tahun sudah siap untuk disekolahkan, karena pada usia tersebut anak itu memiliki tingkat perkembangan yang seimbang antara jasmani dan rohaninya. 

Namun, ada juga anak-anak yang berbeda tingkat perkembangan antara perkembangan jasmani dan perkembangan rohaninya. Terkadang secara jasmani (usianya), anak itu sudah mencapai perkembangan, tetapi secara rohaninya masih belum mencapai perkembangan yang seimbang dengan usianya. Anak-anak itu bisa disebut sedang mengalami keterlambatan perkembangan rohani. Dan sebaliknya, ada juga anak yang perkembangan rohaninya itu lebih dahulu mencapai perkembangan daripada perkembangan rohaninya.

Tanda-tanda kematangan pribadi itu banyak terdapat beberapa pendapat dengan versi yang berbeda pula[3]:

1.    Marie Jahoda berpendapat bahwa tanda-tanda kematangan itu adalah:

a.       Pribadi yang matang adalah individu yang dapat menguasai lingkungannya secara aktif.

b.      Dia memperlihatkan satu totalitas dari segenap kepribadiannya.

c.       Dia sanggup menerima secara tepat dunia lingkungannya dan dirinya sendiri.

d.      Ia mampu berdiri di atas kedua belah kakinya tanpa banyak menuntut kepada orang lain.

2.      Erik Homburger Erikson berpendapat:

a.       Pribadi yang sehat dan matang ialah seorang yang memiliki organisasi usaha yang efektif untuk mencapai tujuan hidupnya.

b.      Ia dapat menerima realitas dunia secara tepat.

c.       Dia memiliki integritas karakter dalam pengertian yang etis, serius, bertanggung jawab, toleran, mampu berdiri sendiri.

d.      Dia memiliki hubungan interpersonal dan intrapersonal yang baik, karena dia tidak egoistis, kurang atau tidak mencurigai orang lain dan mampu mempertahankan diri sendiri.

3.      Abraham Maslow banyak mengajukan beberapa pendapat, namun hanya tiga pendapat yang dikutip, yaitu:

a.       Pada kematangan pribadi itu ada selfactualization (aktualisasi diri), memiliki kemampuan efisiensi dalam menerima relitas. Orientasinya realistis, mempunyai relasi yang baik dengan lingkungannya dan tidak takut pada hal-hal yang belum dialami.

b.      Dia mampu menerima diri sendiri, orang lain dan alam dunia ini tanpa rasa kebencian atau rasa malu.

c.       Dia tidak egoistis, akan tetapi lebih suka memusatkan perhatian dan usahanya untuk memecahkan berbagai problem dengan cara yang efektif, lebih tabah dan ulet terhadap tugasnya.

 

Pada tingkat perkembangan anak-anak, kedewasaan jasmani belum tentu setara dengan kematangan rohani. Mungkin saja seseorang itu sudah mengalami kedewasaan jasmani dan kematangan rohani, namun adakalanya kedua perkembangan tersebut tidak berjalan sejajar. Secara fisik, seseorang itu bisa dikatakan sudah dewasa, tetapi belum tentu ia sudah matang secara rohaninya.

Keterlambatan pencapaian perkembangan rohani merupakan keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Menurut Dr. Singgih D. Gunarsa, ada dua faktor yang mempengaruhi keterlambatan[4] tersebut, yaitu:

1.      Faktor yang terdapat pada diri anak:

a.       Konstitusi tubuh

b.      Struktur dan keadaan fisik

c.       Koordinasi motorik

d.      Kemampuan mental dan bakat khusus

e.       Emosionalitas

2.      Faktor yang berasal dari lingkungan:

a.       Keluarga

b.      Sekolah

 

 

c.       Hereditas[5]

d.      Pengalaman

       Selain itu, ada juga faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, yaitu kebudayaan dari lingkungan sekitar. Kebudayaan ikut berperan serta dalam pembentukan pola tingkah laku anak. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, loyalitas dan lain sebagainya akan berpengaruh dalam pembentukan sikap dan tingkah laku anak. Demikian juga dengan kematangan beragama.

       Keluargalah yang paling berperan di dalam pembentukan kepribadian anak. Mulai dari dalam kandungan hingga anak menjadi dewasa. Pembentukan kepribadian itu harus dilakukan secara terus menerus dan diadakan pemeliharaan sehingga menjadi matang dan tidak mungkin berubah lagi. Misalnya, anak sewaktu masih kecil tergolong rajin belajar dan membantu orang tua di rumah, tetapi setelah remaja berubah menjadi pemalas. Hal ini mungkin karena kurangnya pemeliharaan, pengawasan, tidak pernah diberi imbalan atau dengan kata lain motivasi belajar anak dibiarkan rusak. Seharusnya, semua sifat atau kebiasaan yang baik harus dipelihara dan dipupuk terus sampai dewasa agar tidak berubah lagi[6].

       Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai  luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

B.       Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan

       Secara garis besar, sikap dan perilaku keagamaan itu menurut William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:

1.        Tipe orang yang sakit jiwa (The Sick Soul)

          Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada orang yang pernah mengalami latar kehidupan keagamaan yang terganggu. Artinya seseorang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang sejak kecil hingga dewasa. Namun dikarenakan oleh adanya penderitaan batin yang mungkin disebabkan oleh musibah, konflik batin atau oleh sebab-sebab lainnya.

          Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe orang sakit jiwa ini antara lain:

a.       Faktor intern:

1)      Temperamen

Tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keberagamaan seseorang. Seseorang yang berbeda temperamennya akan berbeda pula sikap dan pandangannya terhadap agama.

2)      Gangguan jiwa

Orang yang mengalami gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditunjukkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka alami.

3)      Konflik dan keraguan

Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan. Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat, fanatik, dan lain sebagainya.

4)      Jauh dari Tuhan

Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama biasanya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup di saat menghadapi cobaan. Perasaan inilah yang mendorong seseorang itu untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan serta berupaya mengabdikan diri dengan bersungguh-sungguh.

b.      Faktor ekstern:

1)      Musibah

Musibah yang serius dapat mengguncangkan jiwa seseorang. Keguncangan jiwa ini dapat menimbulkan kesadaran seseorang dengan berbagai macam pemahaman. Bagi seseorang yang semasa sehatnya kurang memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup umumnya menafsirkan musibah itu adalah sebagai peringatan dari Tuhan. Dengan adanya pemahaman tentang musibah yang menjadi peringatan tersebut, membuat seseorang itu kembali kepada agamanya. Semakin tinggi musibah yang ia alami, maka semakin meningkat pula ketaatannya kepada agama.

2)      Kejahatan

Seseorang yang dalam hidupnya selalu berada di dalam dunia kejahatan, baik itu ia sebagai otak pelaku maupun hanya sebagai pendukung kejahatan tersebut, umumnya akan mengalami keguncangan batin, dan ada timbul perasaan berdosa. Perasaan seperti itu biasanya terus menghantui seseorang itu hingga menyebabkan hidupnya tidak pernah mengalami ketenangan dan ketenteraman. Perasaan-perasaan tersebut biasanya mendorong seseorang untuk mencari penyaluran yang menurut penilaiannya dapat memberi ketenteraman batin. Biasanya mereka ini akan kembali kepada agama. Kesadaran ini sering mendorong seseorang untuk bertobat. Sebagai penebus terhadap dosa-dosa yang telah diperbuatnya, tak jarang seseorang itu menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.

2.        Tipe orang yang sehat jiwa (Healthy Minded-Ness)

Ciri dan sifat agama pada orang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology[7]:

a.       Optimis dan gembira

Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Menurutnya pahala yang didapat itu merupakan hasil jerih payah yang diberikan Tuhan. Dan musibah yang dialami merupakan sebuah kesalahan atau kekhilafan yang ia lakukan, bukan merupakan peringatan dari Tuhan.

b.      Ekstrovet dan tidak mendalam

Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan seseorang itu mudah melupakan kesan-kesan buruk dan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Seseorang itu lebih senang melaksanakan ajaran agamanya.

c.       Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet, maka seseorang itu biasanya menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku, menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas, menekankan ajaran cinta kasih, dan lain-lain.

          Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan pendirian yang teguh, namun dalam kenyataan di kehidupan sehari-hari masih banyak ditemui orang dewasa yang berubah keyakinan dan kepercayaan. Perubahan itu bisa saja mengarah pada acuh tak acuh pada ajaran agama atau beralih kepada ajaran agama yang lain. Agama juga sebagai pendorong perkembangan yang utama[8].     

       Pada diri manusia itu senantiasa terjadi perubahan diri. Yaitu ada perjuangan melawan diri sendiri dan melawan egosentrisme. Perubahan diri itu juga menagndung tendens untuk melepaskan diri dari pola-pola lama yang dianggap tidak sesuai lagi, dan mengarahkan usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan baru dan orang lain dengan lebih sempurana. Sehingga dengan demikian pada perubahan diri ini ada kecenderungan yang sifatnya altruistis, sebagai lawan daripada egoisme[9].

       Perubahan diri ini juga selalu mengandung unsur perkembangan diri. Perubahan diri dan pengembangan diri itu menjadi unsur-unsur utama bagi eksistensi hidup. Pada proses ini memang ada usaha pengarahan pada diri sendiri. Hanya saja pengarahan ini jangan terlalu mementingkan diri sendiri (Icth-Suchtig). Icth-Suchtig ini adalah pengarahan pada diri sendiri yang terlalu ekstrim, dengan tidak cukup memperhatikan kepentingan-kepentingan orang lain. Maka untuk memenuhi kepentingan sendiri, orang sering mengorbankan kepentingan orrang lain.

       Maka agama itu mempunyai tendens untuk mengeluarkan manusia dari Icth-Suchtig atau rasa egoisme tadi. Lagi pula, agama itu membukakan hati manusia kepada pengertian-pengertian yang absolut dan altruistis (cinta pada sesame manusia). Agama itu juga mempunyai nilai-nilai yang absolut dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Oleh karena itu setiap pengarahan diri pada nilai-nilai keagamaan pasti amat besar artinya bagi perubahan dan pembentukan karakter.

       Dalam usaha untuk mengembangkan dirinya, manusia itu menyadari kekurangan-kekurangan dan keterbatasan kemampuannya. Ia belajar mengenali dirinya sendiri sebagai makhluk yang serba kurang, banyak melakukan kesalahn serta dosa. Karena kesadaran dan ketulusannya itulah maka timbul rasa penyerahan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Cinta kasih dan pasrah diri pada Ilahi itu merupakan usaha pokok dari setiap manusia menuju pada kesempurnaan. Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang Hakekat Abadi atau Ilahi itu memberikan kekuatan dan stabilisasi pada manusia; memberikan energi dan daya tahan tubuh.

       Di samping itu, manusia juga memiliki batin yang banyak fungsinya. Batin atau hati nurani manusia di dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya adalah berfungsi sebagai hakim yang adil, apabila di dalam kehidupan manusia itu mengalami konflik, pertentangan atau keragu-raguan di dalam akan bertindak tentang sesuatu. Batin bertindak sebagai suatu pengontrol yang kritis, sehingga manusia sebenarnya sering diperingatkan untuk selalu bertindak menurut batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggarnya[10].

       Batin inilah yang mendorong manusia untuk segera meminta maaf apabila bertindak tidak benar, sambil menjanjikan pada dirinya sendiri untuk tidak akan berbuat semacam itu lagi kepada siapapun, sekalipun hanya disaksikan oleh dia sendiri, dan akan menyebabkan timbulnya keberanian. Terlalu sering melakukan perbuatan yang bertentangan dengan suara hati, di dalam kehidupan yang sadar, hanya akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang sehingga di dalamnya akan selalu dirasakannya konflik-konflik jiwa yang tiada berkesudahan. Untuk dapat menghilangkannya hanya dengan menguatkan fungsi batin itu sebagai alat pengontrol yang harus dipatuhi.

       Di samping sebagai alat pengontrol, batin berfungsi pula sebagai alat pembimbing untuk membawa pribadi dari keadaan yang biasa ke arah pribadi yang akan mudah sekali dikenal oleh masyarakat. Misalnya pribadi yang bertanggungjawab, berdisiplin, konsekuen, adil, dan sebagainya. Dikenalnya seseorang memiliki pribadi yang semacam itu akan berarti tumbuhnya wibawa orang itu sendiri. Wibawa inilah yang diperlukan di dalam setiap kehidupan.

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Simpulan

       Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani ditandai dengan pencapaian kedewasaan, sedangkan perkembangan rohani ditandai dengan pencapaian tingkat abilitas/kemampuan yang disebut dengan kematangan.

       Fator-faktor yang mempengaruhi perkembangan itu ada tiga, menurut tiga golongan, yakni golongan Nativisme yang berpendapat bahwa anak itu dipengaruhi oleh bakat yang dibawanya sejak lahir, golonngan Empirisme berpendapat bahwa anak itu dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut golongan Konvergensi yang mengetengahi kedua golongan sebelumnya, bahwa anak itu di samping membawa bakat dari lahir, juga dipengaruhi oleh lingkungan pula.

       Secara garis besar, sikap dan perilaku keagamaan itu menurut William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:

1.        Tipe orang yang sakit jiwa (The Sick Soul)

                        Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada orang yang pernah mengalami latar kehidupan keagamaan yang terganggu. Artinya seseorang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang sejak kecil hingga dewasa. Namun dikarenakan oleh adanya penderitaan batin yang mungkin disebabkan oleh musibah, konflik batin atau oleh sebab-sebab lainnya.

2.        Tipe orang yang sehat jiwa (Healthy Minded-Ness)

            Ciri dan sifat agama pada orang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology, yaitu: optimis dan gembira, ekstrovet dan tidak mendalam, dan menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. Psikologi Perkembangan, Jakarta, Rineka Cipta, 2005

Jalaluddin. Psikologi Agama, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1997

Kartono, Kartini. Teori Kepribadian, Bandung, Alumni, 1979

Kartono, Kartini. Teori Kapribadian, Bandung, Mandar Maju, 2005

Mappiare, Andi. Psikologi, Surabaya, Usaha Nasional, 1968

Mubin, dan Ani Cahyadi. Psikologi Perkembangan, Ciputat, Quantum Teaching, 2006

Sabri, M. Alisuf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya,

       1997

Sujanto, Agus, dkk. Psikologi Kepribadian, Jakarta, Bumi Aksara, 2006

W. Crapps, Robert. Dialog Psikologi dan Agama, Yogyakarta, Kanisius, 2003

 

 

                                                 

[1] Andi Mappiare, Psikologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1968),h. 163

[2] Mubin dan Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 33-38

[3] Kartini Kartono, Teori Kepribadian, (Bandung: Alumni, 1979), h. 126-127

[4] Jalaluddin, Psilogi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), h. 108

[5] M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h. 103

[6] Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 168

[7] Jalaluddin, “Op.,cit” h. 115

[8] Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 86

[9] Kartini Kartono, Teori Kepribadian, (Bandung: Mandar Maju, 2005), h. 142

[10] Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 12

 

Psikologi Agama sebagai disiplin ilmu

A. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi agama mengunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Berikut kita lihat pengertiannya masing-masing:

1. Psikologi

Menurut bahasa kata psikologi merupakan hasil peng Indonesiaan dari bahasa Inggris psychologi, dan istilah ini pun berasal dari kata Yunan, yaitu: Psycho dapat diartikan "roh, jiwa atau jiwa hidup", dan logos dapat diartikan "ilmu". Dengan demikian, secara harfiah psikologi adalh ilmu jiwa. Oleh karena itu tidaklah berlebihan manakala ada seseorang yang menyebut dengan istilah ilmu jiwa atau psikologi. Bertolak dari pemberian istilah tersebut, saya lebih setuju dengan penyebutan istilah psikologi dari pada ilmu jiwa. Dengan alasan objeknya, dimana objeknya ilmu jiwa adalah ilmu yang sangat abstrak dan tidak memungkinkan untuk dipelajari maupun diamati secara langsung. Sedangkan objek dari psikologi adalah ilmu konkrit atau ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme dalam hubungan dengan lingkungannya.Thantowi(1991:2).

Sedangkan menurut istilah, (disadur oleh Muhibbin Syah, 1995:7-10) dalam buku psikologi pendidikan suatu pendekatan baru telah terjadi perbedaan pendapat, sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, seperti

1.      Pendapat Muhibbin Syah adalh "ilmu yang mengenai kehidupan mental, ilmu mengenai pikiran dan ilmu mengenai tingkah laku

2.      Pendapat Gleitman (1986) adalah "ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, juga memahami bagaimana makhluk tersebut dapat berfikir dan berperasaan secara sesungguhnya".

3.      Pendapat Chaplin (1972) adalah "ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan".

Bertolak dari ketiga pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa psikologi lebih banyak ditekankan pada penyelidikan tingkah laku manusia yang bersifat jasmaniah, bersifat terbuka dan tertutup dan bersifat rohaniah baik selaku individu maupun kelompok dalam hubungan dengan lingkungannya.

 

2. Agama

Begitu juga dengan agama menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk kenyakinan, memang sulit di ukur secara tepat dan rinci. Hali ini pula barangkali yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama.

Agama menurut perspektif ahli psikologi:

1.      kesulitan dalam memberikan defenisi agama karena:

1.      Pengalaman agama bersifat subyektif  Dan mendalam

2.      Pengaruh agama sangat dominan terhadap perasaan dan kepribadian seseorang .

3.      Unsur subyektif sangat dominan dalam mempengaruhi pengertian agama.

 

2.      Defenisi Agama:

1.      Menolak memberikan definisi agam, karena alasan diatas(G.Albertcoe. dll.)

2.      Pendekatan sosiologi

·         Durkheim: agama adalah semata-mata gejal sosial

·         Tolcotf person: agama adalah kesadaran nilai-nilai sosial

·         Ames: agama adalah kesadarn nilai-nilai sosial tertinggi

 

3.      Pendekata indivudu dan pengalaman

o    James: Agama adalah perasaan, pengakuan dengan yang gaib

o    Pratt: Sikap sosial yang serius dengan yang dianggap melindungi kehidupannya.

o    Chark: Pengalaman batin dengan yang gaib

o    Johnson: hubungan dengan sang pencipta nilai-nilai atau norma-norma.

 

3.      tingkat pengalaman agama:

1.      Primary religion behavior: pengalamn spiritual yang bersifat asli dengan yang gaib.

2.      Secondary religious behavior: sama dengan diatas, tapi kwalitas lebih rendah.

3.      Tertiar reliious behavior: pengalaman spiritual yang didorong oleh orang lain.

4.      Psikologi Agama

Sehubunagan dengan hak ini, Taules berpendapat bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan megaplikasikanprinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan (Robert H. Thouless:25).

Sedangkan menurut Zakiah Darajat, psikologi agama adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang yang mempelajari berapa besar pengaruh kenyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu, psikologi agama jua mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kenyakinan tersebut(Zakiah Darajat,1970:11)

Sehubugan dengan psikologi agama Jalaludin(1979:77) berpendapat bahwa Psikologi Agama menggunakan dua kata yaitu Psikologi dan Agama, kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Dimana Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajarigejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradap.

 

B. Metode Psikologi Agama

Adapun metode psikologi agama adlah sebagai berikut:

1. Mengunakan metode dokumen pribadi ( personal Document)

2. Menggunakan Kuesioner dan wancara.

 

C. Obyek dan Kegunaannya

1. Dokumen pribadi (personal Document) yaitu digunakan sebagai untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan bagi seseorang dalam hubungan dengan agama. Untuk memperoleh imformasi mengenai hal dimaksud maka cara yang ditempuh dengan jalan mengumpulkan dokumen pribadi orang-orang yang berupa autobiografi, biografi, tulisan atau pun catatan- catatan yang dibuatnya.

Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa agama merupakan pengalaman bartin yang bersifat individual dikala seseorang merasakan sesuatu yang ghaib, maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap. Selai catatan atau tulisan juga digunakan daftar pertanyaan kepada orang-orang yana akan diteliti

Dalam penerapan metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu. Diantara yang banyak dilakukan adalah sebagai berikut:

1.      Teknik nomothatiic, digunakan untuk menarik kesimpulan sejumlah dokumen yang diteliti.

2.      Teknik analisis nilai, teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statik.

3.      Teknik idiography approach, teknik ini digunakan sebagai pelengkap dari teknik nomothatic.

4.      Teknik penafsiran terhadap sikap, teknik ini digunakan dalampenelitian terhadap biografi tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti.

 

2. Kuesioner dan wanwancara yaitu sutu metode yang diguanakan sebagai untuk mengumpulkan data dan imformasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Metode ini memiliki beberapa kelebihan atara lain:

1.      Dapat memberikan kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang cepat dan segera.

2.      Hasilnya dapat dijadikan dkumen pribadi tentang seseorang serta dapt pula dijadikan data nomothatic.

Setiap metode tentu ada kelemahan disana-sini begitu juga dengan metode ini. Adapu kelamahan adalah sebagi berikut:

1.      Jawabanyang diberikan trikat oleh pertanyaan hngga responden tak dapat memberikan jawaban secara bebas.

2.      Sulit untuk menyusun pertanyaan yang menganddugn tingkat relevansi yang tinggi, karena itu diperlukan keterampilan yang khusus untuk hal itu.

3.      kadang-kadang sering terjadi salah peanfsiran terhadap pertanyaan yang kurang tepat, dan tidak semua pertanyaan sesuai untuk semua orang.

4.      untuk memperoleh jawaban yang tepat, dibutuhkan adanya jalinan kerjasama yang baik dari si penanya.

 

 

 

 

II.Perkembangan Jiwa keagamaan pada Remaja

A. Faktor-faktor yang mempengaruhinya

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sianak adalah:

1.      Unreflective(tidak mendalam

Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-tuhanan apada diri anak 73 pesen mereka menggangap tuhan itu bersifat seperti manusia.

2.      Egosentris

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan petamabahan engalamannya.

3.      Anthromorphisl

Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhananpada akan berasal dari hasil pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain.

4.      Verbalis dan Ritualis

Dari kenyataan yang kita alamiternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal(ucapan).

5.      Imitatif

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat bahwa tindak keaamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya siperoleh dari meniru.

6.      Rasa Heran

Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada nak.

 

B. Konflik dan Keraguan ( Analisis hasil penelitian Stabuck)

1. Keperibadian yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin

a. Bagi seorang yang memliki keperibadian Introvert, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat tuhan yang maha pengasi dan penyayang

b. Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan pula faktor yang menentukan dalam keraguan agama wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya lebih cepat dalam menunjukan keraguan dari pada remaja pria. Tetapi sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil jumlahnya. Disamping itu keraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan peria bersifat intelek.

2. Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama

Banyaknya lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan yang kadang-kadang menimbulkan kesan adanyapertentangan dan ajaramn. Pengaruh ini dapat menjadi peyebab timbulya keraguan para remaja, demikian pula tindakan pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntunan agama.

 

3. Pernyataan Kebutuhan Manusia

Manusia memiliki sifat konservatif (sedang dengan yang sudah ada) dan dorongan ingintahu. Berdasarkan faktor bawaan ini maka keraguan memang harus ada pada diri manusia, karena hal itu merupakan pernyataan dari kebutuhan manusia normal. Ia terdorong untuk mempelajari ajaran agama dan kalau ada perbedaan-perbedaan yang kurang sejalan dengan apa yang telah dimilikinya akan timbul keraguan.

4. Kebiasaan

Seorang yang terbiasa akan suatu teradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu menerima ajaran yang diterimanya atau dilihatnya.

5. Pendidikan

pengetahuan yang dimiliki remaja serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikap terhadap ajaran agama. Remaja terpelajar akan menjadi lebih keritis terhadap ajaran agamanya, terutama yang bayak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis, apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menapsirkan ajaran agama yang dianutnya itu secara lebih rasional.

6. Percampuran antara Agama dan Mistik

Para remaja merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan masyarakat kadang+kadang secara tidak disadari tindakan keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh praktek kebatina dan mistik. Penyatuan unsur ini merupakan sutu dilema yang kabur bagi para remaja.

III. Wiliam James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, secara garis Besar sikap dan perilaku keagamaan dapat digolongkan menjadi dua tipe:

A. Tipe Orang Sakit Jiwa ( the Sick Soul)

Dalam hal ini tipe orang sakit jiwa, dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor internal

a. Temperamen bahwa

Temperamen merupakan salah satu unsur dalam membentuk keperibadian manusia sehingga dapat tercemin diri kehidupan kejiwaan seseorang.

b. Gangguan Jiwa bahwa

Orang yang mengidap sakit jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya, tindak-tanduk keagaman dan pengalaman keagamaan yang ditampilkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap.

c. Konflik dan Keraguan bahwa

Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya

d. Jauh dari Tuhan bahwa

Orang yang dalam kehidupan jauh dari ajaran agama, lazimnya akan merasakan dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan.

 

2. Faktor Eksternal, mengakibatkan mempengaruhi sikap keagamaan secara mendak

a. Musiba. Musibah yang serius dapat menguncangkan kejiwaan seseorang, sehingga timbul berbagi macam kesadaran pada diri manusia yang banyak tafsiran.

b. Kejahatan bagi yang menekuni segala macam kejahatan, akan mengalami keguncangan batin, dan rasa berdosa sehingga perasaan jiwa mereka menjadi labil yang terkadang dilampiaskan dengan tindakan yang berutal, pemarah, mudah tersinggung dan berbagai tindakan negatif lainnya.kadang-kadang perasaan datang sehingga menyebabkan hidup mereka tidak perna mengalami ketenangan dan ketenteraman.

 

B. Tipe orang yang sehat jiwa ( Healthy-Minded-Ness)

Dalam hal ini ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwanya, cenderung memilik motipasi yaitu:

1. Optimis dan Gembira, orang yang sehat jiwanya menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis, padahal menurut pandangannya adalah sebagai jerih payah yang diberikan oleh tuhan. Sebalinya segala bentuk musibah yang dan penderitaan dianggap sebagai ketelodoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak bearnggapan bahwa hal tersebut dianggap sebagai peringatan tuhan terhadap dosa manusia.

2. Ekstrovet dan tak mendalam, sikap terbuka yang di miliki orang yang sehat jiwa ini disebabkan mereka muda melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis tindakannya.mereka selalu berpandangan kedepan dan membawa suasana hati yang lepas dari kungkungan ajaran agama yang terlampau menjelimat.

 

C. Menyenagi ajaran ketauhidan yang libal

Orang yang sehat jiwanya maka cenderung:

1.      Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku

2.      Menunjukan tingkah laku keagaan yang lebih jelas.

3.      Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.

4.      Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.

5.      Tindakan menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.

6.      Bersifat liberal dalam menfsirkan pengertian ajaranagama.

 

 

 

 

 

 

 

 

IV. Agama dan Kesehatan Mental

A. Pengaruh Agama terhadap Kesehatan Mental

Sejumlah kasus yang menunjukkan adannya hubungan antara faktor kenyakinan dengan kesehatan mental jiwa atau mental tampaknya sudah disadari pada ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya pernyataan Carel Gustav Jung "diantara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya yang tidak dilartar belakangi oleh aspek agama. Di samping beberapa isilah kesehatan mental tersebut, didalam al-qur'an juga banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan uraian definisei kesehatn mental, meliputi hubunan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan dan tuhan, yang kesemuanya dtujukan untuk mendapatkan hidup bermakna dan bahagia didunia dan diakhirat.

 

B. Teori Relativevisme yang menghantarkan Einstein ber-tuhan

1. Teori Monistik

1.      Menurut Thomas Van Aguino, berasal dari berpikir, berasal dari unsur yannmg tunggal

2.      Menurut Fredrik Schleimacher, berasal dari ketergantungan yang mutlak.

3.      Rudop Otto, berasaldari Numinous yaitu rasa kagum.

4.      Sigmund Freud Ubido Sexsuil, 1), berasal dari Oedpoes Complik atau dari perasaan dosa. 2), Fathe Image yaitu dari citra bapak.

5.      William Mac Dongull, berasal dari Intink

6.      Fredrik Hage, berasal dari pengetahuan.

2. Teori Fakulti

a. Rasa Cipta yaitu menentukan kebenaran agama

b. Emotion (rasa) yaitu sikap batin sebagai penghayatan

c. Will ( karsa) yaitu yang dapat menimbulakn amalan agama. 

 

 

 

 

 

V. Pengaruh Pendidikan terhadap Jiwa Keagamaan

A. Menurut W.H. Clark

Dalam hal ini Menurut W.H. Clark yang mempengaruhi terhadap jiwa keagamaan sesorang tidak lain adalah lingkungan kelurga, dimana lingkungan kelurgalah merupakan lapangan yang pertama dan pendidiknya adalah orang tua yang bersifat kodrati mereka pendidik bagi anak-anak karena secara kodrat Ibu dan Bapak diberikan anugerah oleh tuhan pencipta berupa naluri. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka. Juga menurut W.H. Clark bahwa fungsi jiwa manusia yang masih sangat sederhana tersebut agama terjalin dan terlibat didalamnya, jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pula agama akan berkembang. Hingga pula terlihat suatu peran pendidiksn keluarga dalam menanamkan jiwa keagaan pada anak.

 

B. Menurut Agama Islam

Semakin tinggi pendidikan seeorang maka akan semakin baik tingkat kecerdasan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah yang maha esa. Seseorang akan beribadah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya

 

VI. Konversi Agama

A. Tahapan masa konversi agama

1. Aspek Agama

Bahwa tahap terjadinya konversi agama adalah rahasia Allah dangan umatnya. Jadi kalau Allah tidak memberika hidayah nya kepada seseorang maka ia akan terus menerus akan sesat.

2. Aspek Sosiologi,

Aspek sosiologi ini meliputi antara lain: Pergaulan, tradisi, propaganda, tokoh agama, dan struktur sosial.

3. Aspek Psikolog

Aspek psikilogi ini dibagi lagi menjadi 2:

Faktor intenal: kepribadian dan pembawaan

Faktor eksternal: lingkungan, peristiwa,dan kemiskinan

 

B. Hasil analisis Tetimoni Pelaku Konversi (dikelas)

1.      Pengaruh lingkungan; teman-temannya kurang mau bergaul dengannya sebab ia orang kristen. Dan akhirnya ia berkeinginan konversia agama.

2.      Sering dikucilkan oleh lingkungannnya ketika itu.

3.      Dari proses berfikir; dia berfikir masak tuhannya telanjang. Masak tuhanya porno sekali. Sehingga ia beranggapan bahwa yesus buka tuhannya.

4.      Pengaruh orang tuannya yang mengajak untuk konversi agama.

5.      Di akibatkan oleh semangat untuk menkaji agama Islam

6.      Mendapat hidayah Allah

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Jalaludin.1998.Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grapindo Persada.

_______. 2004. Psikologi Agama Edisi Revis. Jakarta: Rajawali Press

Ramayulis.2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.

Ringkasa Catatan harian mata kuliah Psikologi agama, Tgl 9, 16, 3, Bln 3, 2006.

Romlah. 2004. Psikologi Pendidika Kajian Teoritis dan Aplikatif. Malang: UMM press.