PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perusakan aqidah dan syari’ah (ajaran Islam) merupakan
bahaya yang harus diwaspadai. Bila perusakan itu sudah berhasil, maka kita akan
menjadi orang yang terombang-ambing dalam beragama Islam, bahkan merusak sama
sekali. Usaha perusakan itu sudah lama dilakukan orang, yaitu sejak lahirnya
risalah Islam itu sendiri. Saat ini usaha-usaha seperti itu makin bervariasi,
sejalan dengan perkembangan zaman dan cara berfikir manusia.
Pada zaman dahulu musuh-musuh nabi Muhammad melontarkan
tuduhan terhadap beliau dan risalahnya menggunakan argumentasi yang berbeda
dengan kondisi sekarang. Di saat itu masih ada nabi yang menjadi sumber utama
untuk bertanya. Namun manusia zaman sekarang tidak mempunyai sumber otentik
yang mudah ditanyai. Ia harus mencari argumentasi sendiri yang bersumber dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberikan keterangan yang dapat diterima orang.
Banyak ragam tuduhan yang dilontarkan orang-orang
memusuhi Islam, antara lain menuduh Al-Qur’an sebagai karangan Nabi Muhammad.
Dalam mengarang Al-Qur’an periode Madinah, Nabi dipengaruhi oleh orang-orang
Yahudi, dan masih banyak lagi tuduhan orang-orang yang tak senang terhadap
Islam dan Nabi Muhammad.
Kajian para Orientalis terhadap Nabi Muhammad Saw.
terbagi kepada beberapa aspek, ada yang meneliti karakter dan kepribadian, ide,
serta visi misi Nabi Muhammad Saw, seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh
Orientalis Fr. Buhll, Henri Lammens, G. W. Bromfield, dan Richard Bell.
Ada juga kajian
yang meneliti kasus, seperti mengenai ke-ummi-an Nabi Muhammad SAW yang
dilakukan oleh tokoh Orientalis S. M. Zwemer, H. G. Reissner, Isaiah Goldfeld,
Norman Calder, dan Khalil `Athamina BirZeit.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian orientalis?
2. Kapan kemunculannya orientalisme?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap
Nabi Muhammad SAW?
4. Bagaimana pandangan Barat (orientalis)
terhadap Nabi Muhammad SAW?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian orientalis
2. Mengetahui awal kemunculannya
orientalis
3. Mengetahui bagaimana pandangan Islam
Terhadap Nabi Muhammad SAW
4. Mengetahui bagaimana pandangan Barat
(orientalis) Terhadap Nabi Muhammad SAW
PEMBAHASAN
A.
Definisi orientalisme
1.
Definisi
Orientalisme secara bahasa[1]
Oriental dalam Bahasa Indonesia berarti mengenai dunia timur atau
negara-negara timur. Sedangkan orientalis berartikan ahli bahasa, kesusastraan,
dan kebudayaan bangsa-bangsa timur .
Orientalisme
dalam bahasa arab biasa disebut Al-Istisroq. Yang berarti mempelajari ilmu
ketimuran dan bahasanya.
Dalam kamus-kamus bahasa Eropa (Inggris,Jerman,Prancis) ada
pemaknaan yang berbeda tentang maksud dari kata timur atau orient. Timur disini
bukan berarti Negara-negara timur secara geografis. Tetapi kata timur disini
dititik beratkan pada timur yang berhubungan dengan tempat terbitnya matahari,
cahaya dan petunjuk terang(Morgenland). Ini kebalikan dari kata barat sebagai
tempat terbenamnya matahari(Abenland). Hal ini disampaikan oleh Sayyid Muhammad
syahid dalam definisinya tentang orientalisme dengan merujuk kamus-kamus bahasa
Eropa.
2.
Definisi
Orientalisme secara Istilah
Ada
beberapa definisi Orientalisme. Walau memiliki bermacam definisi, tetapi makna
dan substansinya sama. Yaitu mengenai pembelajaran orang-orang barat terhadap
dunia ketimuran.
B.
Awal Muncul Orientalisme
Para
ilmuan islam yang mendalami orientalisme berbeda pendapat dalam membatasi kapan
awal munculnya orinetalisme. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang
mereka dalam mendefinisikan orientalis itu sendiri. Apakah orang barat yang
hanya berkunjung ke timur disebut orientalis?atau apakah orientalis adalah
orang-orang barat yang menulis tentang dunia ketimuran?, atau orientalis adalah
orang-orang barat yang belajar dan memperdalam ilmu ketimuran dengan tujuan
apapun?. Dari inilah para ilmuan islam berbeda pendapat:
1.
Orientalisme
muncul pada akhir abad ke-7 Masehi. Pendapat ini bersandar pada adanya
tulisan-tulisan keislaman oleh beberapa pemuka Kristen saat itu. Seperti halnya
Yuhana Ad-Damasqy .
2.
Dikatakan
bahwa Orientalisme muncul pada abad ke-10 Masehi ketika para pelajar barat
mulai mempelajari ilmu ketimuran yang saat itu dipimpin langsung oleh seorang
pemuka gereja katolik berkebangsaan prancis. Ia telah mempelajari bahasa Arab
di Qurtuba. Kemudian kembali ke negaranya guna menduduki posisi sebagai Baba
.
3.
Bahwa
Orientalisme tumbuh pada abad ke-12 Masehi. Hal ini diperkuat oleh munculnya
beberapa karya orientalis saat itu. Seperti adanya terjemahan pertama makna
Al-Qur’an. Begitu juga adanya kamus pertama Latin-Arab.
4.
Sebagian
ilmuan dan pemikir Islam berpendapat bahwa Orientalisme adalah dampak dari
perang salib yang merupakan fase akhir dari rentetan perang antara islam dan
Kristen secara militer. Hal tersebut berangkat dari keyakinan para tentara
Salib dari kaum Kristen bahwa Islam tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan
militer. Mereka kaum muslimin memiliki keyakinan hati yang sangat kuat. Mereka
sangat gigih dan tidak akan pernah ciut dengan pedang dan senjata. Satu-satunya
cara guna meruntuhkan dan mengalahkan islam adalah memisahkan mereka dari agama
mereka yaitu dua pegangan abadi Al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang nantinya
kemudian di kenal dengan istilah perang pemikiran(Gozwu Al-Fikr). Salah satu
metode ampuh barat menghancuran islam. Sejak itulah pemuka-pemuka gereja gencar
mempelajari Islam. pembelajaran mereka terhadap Islam tidak berangkat dari
keimanan yang bisa memperkuat keyakinan mereka kepada ajaran Muhammad SAW.
Tetapi sebaliknya guna mencari celah dalam islam yang memungkinkan melemparkan
keragu-raguan dihati umat muslim.
5.
Ada
juga beberapa ilmuan islam yang berpendapat bahwa munculnya Orientalisme sejak
abad ke-18. berawal dari ofensi Napolion seorang berkebangsaan prancis kepada
mesir dan negeri-negeri timur lainnya pada tahun 1213 Hijriyah atau 1798
Masehi. Kendatipun ini adalah ofensi militer, tetapi saat itu Napolion juga
ditemani sejumlah ilmuan dan pakar.
C.
Muhammad Dalam Pandangan Islam
Menurut Sayyed Hussein Nasr Muhammad sebagai
penyebar agama Islam dan pembawa petunjuk Tuhan adalah penafsir per-excellence
dari Qur’an dan hadis serta sunnahnya, ucapan dan perbuatannya adalah
sumber tradisi terpenting dalam Islam sesudah qur’an. Untuk memahami peranan
Muhammad di dalam Islam, tidak cukup mempelajari sejarah hidupnya dari luar.
Orang harus memandangnya dari sudut pandang Islam dan mencoba menemukan posisi
yang didudukinya di dalam kesadaran beragama para muslimin. Apabila seorang
muslim berbicara tentang Nabi, maka yang dimaksud adalah Muhammad, yang namanya
tidak pernah disebut tanpa diikuti “Sallallahu ‘alaihi wasallam” yang berarti
semoga Tuhan memberkati”.
Secara umum, apabila seorang berbicara tentang Nabi,
yang dimaksud adalah Muhammad.
Sulit
bagi orang non-Muslim untuk memahami peranan Nabi sebagai prototipe kehidupan
religius dan spiritual, terutama bagi mereka yang mempunyai latar belakang
Kristen.
Dibandingkan dengan kehidupan Kristus dan Budha,
kehidupan Nabi tampak sangat manusiawi dan sangat penuh dengan kegiatan sosial,
ekonomi, politik untuk dapat dijadikan model kehidupan spiritual. Karena itu,
banyak orang yang menulis tentang para pemimpin spiritual, tidak dapat memahami
dan menilai Nabi secara simpatik. Lebih mudah melihat pancaran kesucian Kristus
atau orang suci lain daripada Nabi, meskipun Nabi adalah orang suci teragung
dalam Islam, tanpa siapa tidak akan ada pensucian terhadap kehidupan ini.[2]
D.
Muhammad Dalam Pandangan Barat (Orientalis)
Selama hampir sepanjang abad pertengahan dan selama
paruh awal masa pencerahan di Eropa banyak orang yang percaya bahwa Islam
adalah agama yang kejam, yang penuh keingkaran, kebusukan dan kekaburan. Kaum
Muslimin mengakui Muhammad sebagai Nabi, bukan Tuhan, tampaknya tidaklah
menjadi masalah bagi orang-orang Kristen. Tetapi yang sering menjadi Perkara Islam
dan Kristen adalah tuduhan orang-orang Kristen terhadap Muhammad sebagai Nabi
palsu, penyebaran benih perselisihan, pengumbar nafsu, munafik, antek Iblis.
Namun pandangan mereka mengenai Muhammad ini tidak benar-benar doctrinal.[3]
Sebelum membicarakan sikap dan pandangan kaum
orientalis terhadap pribadi Nabi Besar Muhammad SAW beserta masalah-masalah
lainnya yang berkaitan dengan agama Islam, terlebih dahulu perlu diketahui
kenyataan mengenai perkembangan baru dalam sikap dan pandangan dunia Kristen terhadap
agama Islam, terutama dari pucuk pimpinan tertinggi agama Kristen Katolik di
Vatikan. Perkembangan sikap dan pandangan baru itu diungkapkan oleh Dr. Maurice
Bucaille sebagai berikut :
“Pada akhir-akhir ini telah terjadi perubahan besar
dalam tingkat tinggi daripada Dunia Kristen. Setelah Konsili Vatikan II
(1963-1965), sekretariat vatikan (Departmen) untuk urusan-urusan dengan umat
bukan Kristen menyiarkan dokumen “Orientasi untuk dialog antara umat Kristen
dan umat Islam”. Dokumen tersebut menunjukkan pergantian sikap yang mendalam
secara resmi, mula-mula dokumen tersebut mengajak untuk melempar jauh Image
yang salah, karena didasarkan prasangka dan fitnahan.
Kemudian dokumen terjadinya ketidakadilan pada masa
yang lalu, yaitu ketidakadilan yang dilakukan oleh pendidikan Kristen tentang
umat Islam, diantaranya mengenai gambaran umat Kristen yang salah tentang Fatalisma
Islam, Juridisma Islam, Fanatisma Islam dan lain-lain. Dokumen tersebut
menegaskan kesatuan akan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Serta
menyebutnya bahwa Kardinal Koenig telah membikin para pendengarnya tercengang
ketika dalam ceramah resmi di Universitas Al-Azhar pada bulan Maret 1969
menerangkan hal tersebut. Dokumen tersebut juga mengatakan bahwa Sekretariat (Dokumen)
urusan non-Kristen mengajak umat Kristen pada tahun 1967 untuk mengucapkan
selamat kepada umat Islam sehubungan dengan bulan puasa Ramadhan sesuatu nilai
agama yang otentik. Usaha-usaha untuk pendekatan antara vatikan dan Islam telah
diikuti dengan bermacam-macam manifestasi dan pertemuan yang kongrit. Tetapi
hal-hal tersebut hanya diketahui oleh jumlah yang sangat sedikit di Barat
walaupun media massa sepertia pers, radio, dan televisi tidak kurang
menyiarkannya.[4]
Disamping mengungkapkan perubahan sikap pemimpin
tertinggi dunia Kristen terhadap agama Islam, Dr. Maurice Bucaille juga
mengakui bahwa masih sedikit orang Barat yang mengetahui perubahan sikap itu
dan menginsafi akan artinya yang besar. Justru masih ada guna dan faedahnya
mengenali sikap kaum orientalis pada umumnya terhadap agama Islam, termasuk
sikap dan pandangannya terhadap pribadi Nabi Besar Muhammad SAW.
Setidak-tidaknya
untuk
mengetahui sikap dan pandangan pihak non muslim terhadap Islam untuk dijadikan
bahan pemikiran.
Sikap
dan Pandangan Beberapa Tokoh Barat Terhadap Muhammad:
1. Dante
Alighieri
Dante Alighieri, lahir di Florence tahun 1265
Masehi, adalah tokoh terkemuka pada zaman kebangunan (Renaissance) di Eropa,
terutama di bidang kesusastraan. Diantara seluruh karya Dante yang terpandang
warisan terbesar dari zaman kebangunan, adalah La Divina Commedia,
berisi kisah khayali tentang ruh Beatrice membawa Dante melawat ke alam gaib,
menyaksikan Paradisa (surga) dan Inferno (neraka) dan Purgatorio
(tempat antara neraka dan surga). Sikap dan pandangan Dante terhadap Islam dan
terutama terhadap Nabi Besar Muhammad SAW. Dante menempatkan Muhammad, dengan
tubuhnya terbelah dari kepala sampai ke pinggang, pada tingkatan yang ke-28
dari Inferno (neraka), dan melukiskannya mengoyak-ngoyak dadanya dengan
tangannya sendiri, sebab dia itu adalah pemuka dari jiwa-jiwa terkutuk yang
membangkitkan perpecahan dalam agama. Kejahatan Muhammad adalah mengembangkan
agama palsu.
Sikap dan pandangan Dante Alighieri itu dapat
dipahami bila di sorot dari beberapa faktor penyebab. Pertama,
permusuhan dan kebencian yang diwariskan Perang Salib (1096-1274) masih
berpengaruh demikian besar di Eropa dewasa itu. Kedua, kecuali
karya-karya ilmiah dan filsafat, manuskrip-manuskrip Arab dalam bidang agama
dan sejarah hidup Nabi Besar Muhammad SAW, tidak pernah disalin ke dalam bahasa
latin masa itu. Ketiga, sikap dan pandangan Dante itu disebabkan oleh
kebodohannya terhadap kenyataan sejarah. Keempat, menurut dokumen
vatikan tahun 1972, disebabkan prasangka dan fitnah.[5]
2. Martin
Luther
Muhammad menempati urutan atas diantara orang-orang
yang ingin dicela oleh Martin Luther. Tak ada orang Katolik yang pernah
menandingi fitnah yang dilontarkan oleh putra Protestan terbaik itu. Luther
mengidentifikasi Muhammad sebagai pejuang kawakan yang disebut didalam kitab
wahyu sebagai yang membawa kerusakan hebat pada orang-orang Kristiani. Contoh
caci maki Luther terhadap Muhammad, “Jika engkau disebut Nabi, siapakah orang
bodoh tak tahu adaf seperti itu”. “Bila semangat kedustaan telah menguasai
Muhammad dan setan telah membunuh jiwa manusia dengan al-Qur’annya dan
menghancurkan iman orang Kristiani, dia harus terus, mengangkat pedang dan
mulai membunuh tubuh-tubuh mereka”., dan “Kita berjuang agar orang Turki itu
tidak menempatkan Muhammad yang hina itu pada kedudukan Tuhan kita, Kristus”.
Muhammad Versi Luther adalah juga seorang yang
mengabdikan dirinya kepada kemewahan dan kenikmatan hawa nafsu, yang memiliki
potensi seksual seekor biri-biri jantan, namun dia kurang merugikan Gereja
dibandingkan dengan leskup roma. Muhammad mengambil semua wanita, karena itu
dia tak beristri, namun Paus lebih tak bermoral karena dia purapura suci
padahal melakukan seks bebas”.[6]
3. Mark
Muller
Orientalis dan penulis buku cerita (1790-1865) lama
mengembara di berbagai negara Arab. Diantara bukunya ada yang berjudul
“Muhammad Wa Muhammadiyah”, didalamnya tertulis. “Kaum Masehi akan terperanjat
menyadari bahwa Muhammad adalah salah seorang pendukung Al-Masih, dan agama Al
Muhammadiyah (Islam) tiada lain salah satu pembela agama Nasrani. Pada saat
yang sama kaum Muslimin dan kaum Masehi akan terperanjat pula pada penyebab yang
mengakibatkan mereka bertengkar dan berperang dalam sejarah. Kaum Masehi di
dunia akan mengetahui dan menyadari bahwa agama Muhammad itu bersih dari tipu
daya dan bahwa ia menagndung penawar yang mampu memulihkan penyakit umat
manusia”.[7]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa sesungguhnya para
Orientalis akan terus menerus mengomentari dan melontarkan berbagai pandangan
mereka perihal Nabi Muhammad SAW, baik secara konstruktif, lebih jauh lagi
secara destruktif.
Semulia
apapun kedudukan Nabi Muhammad Saw di mata kaum Muslimin dan para penjunjung
yang lain, tetap tidak akan mengubah pandangan para Orientalis terhadap beliau.
Faktor ini bukanlah disebabkan oleh kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang
manusia biasa sekaligus utusan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di
mana-mana, tetapi dikarenakan oleh sikap mereka sendiri yang apriori,
berprasangka, dan tidak objektif terhadap Nabi Muhammad Saw.
Keadaan
ini akan terus berlanjutan sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu
penghabisannya. Begitulah nasib para Orientalis dari satu generasi kepada
generasi yang lain, di mana mereka akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan,
serta akan terus meraih kerancuan berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.
DAFTAR PUSTAKA
Sayyed Hussein Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terj.
Abdurrahman Wahid, Hasim Wahid (Jakarta
: LEPPENAS, 1983), hlm. 39
Edward W Said, Penjungkirbalikan Dunia Islam, terj. Asep Hikmat
(Bandung : Pustaka Pelajar, 1981), hlm. 5
Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj. H.M.
Rasjidi (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm. 13-15
H.M. Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1990), hlm. 102
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap
Tabir Orientalisme, terj. A.M. Basalamah (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1993),
hlm. 52
[2]
Sayyed
Hussein Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid, Hasim
Wahid
(Jakarta : LEPPENAS, 1983), hlm. 39
[3]
Edward W Said, Penjungkirbalikan Dunia Islam, terj. Asep Hikmat (Bandung :
Pustaka
Pelajar, 1981), hlm. 5
[4] Maurice
Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj. H.M. Rasjidi (Jakarta : Bulan
Bintang, 1976), hlm. 13-15
[6] Ahmad Abdul
Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, terj. A.M. Basalamah (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 52
No comments:
Post a Comment