PopAds

Friday 23 January 2015


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perusakan aqidah dan syari’ah (ajaran Islam) merupakan bahaya yang harus diwaspadai. Bila perusakan itu sudah berhasil, maka kita akan menjadi orang yang terombang-ambing dalam beragama Islam, bahkan merusak sama sekali. Usaha perusakan itu sudah lama dilakukan orang, yaitu sejak lahirnya risalah Islam itu sendiri. Saat ini usaha-usaha seperti itu makin bervariasi, sejalan dengan perkembangan zaman dan cara berfikir manusia.
Pada zaman dahulu musuh-musuh nabi Muhammad melontarkan tuduhan terhadap beliau dan risalahnya menggunakan argumentasi yang berbeda dengan kondisi sekarang. Di saat itu masih ada nabi yang menjadi sumber utama untuk bertanya. Namun manusia zaman sekarang tidak mempunyai sumber otentik yang mudah ditanyai. Ia harus mencari argumentasi sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberikan keterangan yang dapat diterima orang.
Banyak ragam tuduhan yang dilontarkan orang-orang memusuhi Islam, antara lain menuduh Al-Qur’an sebagai karangan Nabi Muhammad. Dalam mengarang Al-Qur’an periode Madinah, Nabi dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi, dan masih banyak lagi tuduhan orang-orang yang tak senang terhadap Islam dan Nabi Muhammad.
Kajian para Orientalis terhadap Nabi Muhammad Saw. terbagi kepada beberapa aspek, ada yang meneliti karakter dan kepribadian, ide, serta visi misi Nabi Muhammad Saw, seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh Orientalis Fr. Buhll, Henri Lammens, G. W. Bromfield, dan Richard Bell.
Ada juga kajian yang meneliti kasus, seperti mengenai ke-ummi-an Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh tokoh Orientalis S. M. Zwemer, H. G. Reissner, Isaiah Goldfeld, Norman Calder, dan Khalil `Athamina BirZeit.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian orientalis?
2.      Kapan kemunculannya orientalisme?
3.      Bagaimana pandangan Islam terhadap Nabi Muhammad SAW?
4.      Bagaimana pandangan Barat (orientalis) terhadap Nabi Muhammad SAW?

C.    Tujuan
1.      Memahami pengertian orientalis
2.      Mengetahui awal kemunculannya orientalis
3.      Mengetahui bagaimana pandangan Islam Terhadap Nabi Muhammad SAW
4.      Mengetahui bagaimana pandangan Barat (orientalis) Terhadap Nabi Muhammad SAW



PEMBAHASAN

A.    Definisi orientalisme
1.      Definisi Orientalisme secara bahasa[1]
Oriental dalam Bahasa Indonesia berarti mengenai dunia timur atau negara-negara timur. Sedangkan orientalis berartikan ahli bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan bangsa-bangsa timur .
            Orientalisme dalam bahasa arab biasa disebut Al-Istisroq. Yang berarti mempelajari ilmu ketimuran dan bahasanya.
Dalam kamus-kamus bahasa Eropa (Inggris,Jerman,Prancis) ada pemaknaan yang berbeda tentang maksud dari kata timur atau orient. Timur disini bukan berarti Negara-negara timur secara geografis. Tetapi kata timur disini dititik beratkan pada timur yang berhubungan dengan tempat terbitnya matahari, cahaya dan petunjuk terang(Morgenland). Ini kebalikan dari kata barat sebagai tempat terbenamnya matahari(Abenland). Hal ini disampaikan oleh Sayyid Muhammad syahid dalam definisinya tentang orientalisme dengan merujuk kamus-kamus bahasa Eropa.
2.      Definisi Orientalisme secara Istilah
            Ada beberapa definisi Orientalisme. Walau memiliki bermacam definisi, tetapi makna dan substansinya sama. Yaitu mengenai pembelajaran orang-orang barat terhadap dunia ketimuran.
B.     Awal Muncul Orientalisme
            Para ilmuan islam yang mendalami orientalisme berbeda pendapat dalam membatasi kapan awal munculnya orinetalisme. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mereka dalam mendefinisikan orientalis itu sendiri. Apakah orang barat yang hanya berkunjung ke timur disebut orientalis?atau apakah orientalis adalah orang-orang barat yang menulis tentang dunia ketimuran?, atau orientalis adalah orang-orang barat yang belajar dan memperdalam ilmu ketimuran dengan tujuan apapun?. Dari inilah para ilmuan islam berbeda pendapat:
1.      Orientalisme muncul pada akhir abad ke-7 Masehi. Pendapat ini bersandar pada adanya tulisan-tulisan keislaman oleh beberapa pemuka Kristen saat itu. Seperti halnya Yuhana Ad-Damasqy . 
2.      Dikatakan bahwa Orientalisme muncul pada abad ke-10 Masehi ketika para pelajar barat mulai mempelajari ilmu ketimuran yang saat itu dipimpin langsung oleh seorang pemuka gereja katolik berkebangsaan prancis. Ia telah mempelajari bahasa Arab di Qurtuba. Kemudian kembali ke negaranya guna menduduki posisi sebagai Baba . 
3.      Bahwa Orientalisme tumbuh pada abad ke-12 Masehi. Hal ini diperkuat oleh munculnya beberapa karya orientalis saat itu. Seperti adanya terjemahan pertama makna Al-Qur’an. Begitu juga adanya kamus pertama Latin-Arab.
4.      Sebagian ilmuan dan pemikir Islam berpendapat bahwa Orientalisme adalah dampak dari perang salib yang merupakan fase akhir dari rentetan perang antara islam dan Kristen secara militer. Hal tersebut berangkat dari keyakinan para tentara Salib dari kaum Kristen bahwa Islam tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan militer. Mereka kaum muslimin memiliki keyakinan hati yang sangat kuat. Mereka sangat gigih dan tidak akan pernah ciut dengan pedang dan senjata. Satu-satunya cara guna meruntuhkan dan mengalahkan islam adalah memisahkan mereka dari agama mereka yaitu dua pegangan abadi Al-Quran dan Sunnah. Dan inilah yang nantinya kemudian di kenal dengan istilah perang pemikiran(Gozwu Al-Fikr). Salah satu metode ampuh barat menghancuran islam. Sejak itulah pemuka-pemuka gereja gencar mempelajari Islam. pembelajaran mereka terhadap Islam tidak berangkat dari keimanan yang bisa memperkuat keyakinan mereka kepada ajaran Muhammad SAW. Tetapi sebaliknya guna mencari celah dalam islam yang memungkinkan melemparkan keragu-raguan dihati umat muslim.
5.      Ada juga beberapa ilmuan islam yang berpendapat bahwa munculnya Orientalisme sejak abad ke-18. berawal dari ofensi Napolion seorang berkebangsaan prancis kepada mesir dan negeri-negeri timur lainnya pada tahun 1213 Hijriyah atau 1798 Masehi. Kendatipun ini adalah ofensi militer, tetapi saat itu Napolion juga ditemani sejumlah ilmuan dan pakar.

C.    Muhammad Dalam Pandangan Islam
Menurut Sayyed Hussein Nasr Muhammad sebagai penyebar agama Islam dan pembawa petunjuk Tuhan adalah penafsir per-excellence dari Qur’an dan hadis serta sunnahnya, ucapan dan perbuatannya adalah sumber tradisi terpenting dalam Islam sesudah qur’an. Untuk memahami peranan Muhammad di dalam Islam, tidak cukup mempelajari sejarah hidupnya dari luar. Orang harus memandangnya dari sudut pandang Islam dan mencoba menemukan posisi yang didudukinya di dalam kesadaran beragama para muslimin. Apabila seorang muslim berbicara tentang Nabi, maka yang dimaksud adalah Muhammad, yang namanya tidak pernah disebut tanpa diikuti “Sallallahu ‘alaihi wasallam” yang berarti semoga Tuhan memberkati”.
Secara umum, apabila seorang berbicara tentang Nabi, yang dimaksud adalah Muhammad.  Sulit bagi orang non-Muslim untuk memahami peranan Nabi sebagai prototipe kehidupan religius dan spiritual, terutama bagi mereka yang mempunyai latar belakang Kristen.
Dibandingkan dengan kehidupan Kristus dan Budha, kehidupan Nabi tampak sangat manusiawi dan sangat penuh dengan kegiatan sosial, ekonomi, politik untuk dapat dijadikan model kehidupan spiritual. Karena itu, banyak orang yang menulis tentang para pemimpin spiritual, tidak dapat memahami dan menilai Nabi secara simpatik. Lebih mudah melihat pancaran kesucian Kristus atau orang suci lain daripada Nabi, meskipun Nabi adalah orang suci teragung dalam Islam, tanpa siapa tidak akan ada pensucian terhadap kehidupan ini.[2]
D.    Muhammad Dalam Pandangan Barat (Orientalis)
Selama hampir sepanjang abad pertengahan dan selama paruh awal masa pencerahan di Eropa banyak orang yang percaya bahwa Islam adalah agama yang kejam, yang penuh keingkaran, kebusukan dan kekaburan. Kaum Muslimin mengakui Muhammad sebagai Nabi, bukan Tuhan, tampaknya tidaklah menjadi masalah bagi orang-orang Kristen. Tetapi yang sering menjadi Perkara Islam dan Kristen adalah tuduhan orang-orang Kristen terhadap Muhammad sebagai Nabi palsu, penyebaran benih perselisihan, pengumbar nafsu, munafik, antek Iblis. Namun pandangan mereka mengenai Muhammad ini tidak benar-benar doctrinal.[3]
Sebelum membicarakan sikap dan pandangan kaum orientalis terhadap pribadi Nabi Besar Muhammad SAW beserta masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan agama Islam, terlebih dahulu perlu diketahui kenyataan mengenai perkembangan baru dalam sikap dan pandangan dunia Kristen terhadap agama Islam, terutama dari pucuk pimpinan tertinggi agama Kristen Katolik di Vatikan. Perkembangan sikap dan pandangan baru itu diungkapkan oleh Dr. Maurice Bucaille sebagai berikut :
“Pada akhir-akhir ini telah terjadi perubahan besar dalam tingkat tinggi daripada Dunia Kristen. Setelah Konsili Vatikan II (1963-1965), sekretariat vatikan (Departmen) untuk urusan-urusan dengan umat bukan Kristen menyiarkan dokumen “Orientasi untuk dialog antara umat Kristen dan umat Islam”. Dokumen tersebut menunjukkan pergantian sikap yang mendalam secara resmi, mula-mula dokumen tersebut mengajak untuk melempar jauh Image yang salah, karena didasarkan prasangka dan fitnahan.
Kemudian dokumen terjadinya ketidakadilan pada masa yang lalu, yaitu ketidakadilan yang dilakukan oleh pendidikan Kristen tentang umat Islam, diantaranya mengenai gambaran umat Kristen yang salah tentang Fatalisma Islam, Juridisma Islam, Fanatisma Islam dan lain-lain. Dokumen tersebut menegaskan kesatuan akan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Serta menyebutnya bahwa Kardinal Koenig telah membikin para pendengarnya tercengang ketika dalam ceramah resmi di Universitas Al-Azhar pada bulan Maret 1969 menerangkan hal tersebut. Dokumen tersebut juga mengatakan bahwa Sekretariat (Dokumen) urusan non-Kristen mengajak umat Kristen pada tahun 1967 untuk mengucapkan selamat kepada umat Islam sehubungan dengan bulan puasa Ramadhan sesuatu nilai agama yang otentik. Usaha-usaha untuk pendekatan antara vatikan dan Islam telah diikuti dengan bermacam-macam manifestasi dan pertemuan yang kongrit. Tetapi hal-hal tersebut hanya diketahui oleh jumlah yang sangat sedikit di Barat walaupun media massa sepertia pers, radio, dan televisi tidak kurang menyiarkannya.[4]
Disamping mengungkapkan perubahan sikap pemimpin tertinggi dunia Kristen terhadap agama Islam, Dr. Maurice Bucaille juga mengakui bahwa masih sedikit orang Barat yang mengetahui perubahan sikap itu dan menginsafi akan artinya yang besar. Justru masih ada guna dan faedahnya mengenali sikap kaum orientalis pada umumnya terhadap agama Islam, termasuk sikap dan pandangannya terhadap pribadi Nabi Besar Muhammad SAW. Setidak-tidaknya
untuk mengetahui sikap dan pandangan pihak non muslim terhadap Islam untuk dijadikan bahan pemikiran.

Sikap dan Pandangan Beberapa Tokoh Barat Terhadap Muhammad:
1.      Dante Alighieri
Dante Alighieri, lahir di Florence tahun 1265 Masehi, adalah tokoh terkemuka pada zaman kebangunan (Renaissance) di Eropa, terutama di bidang kesusastraan. Diantara seluruh karya Dante yang terpandang warisan terbesar dari zaman kebangunan, adalah La Divina Commedia, berisi kisah khayali tentang ruh Beatrice membawa Dante melawat ke alam gaib, menyaksikan Paradisa (surga) dan Inferno (neraka) dan Purgatorio (tempat antara neraka dan surga). Sikap dan pandangan Dante terhadap Islam dan terutama terhadap Nabi Besar Muhammad SAW. Dante menempatkan Muhammad, dengan tubuhnya terbelah dari kepala sampai ke pinggang, pada tingkatan yang ke-28 dari Inferno (neraka), dan melukiskannya mengoyak-ngoyak dadanya dengan tangannya sendiri, sebab dia itu adalah pemuka dari jiwa-jiwa terkutuk yang membangkitkan perpecahan dalam agama. Kejahatan Muhammad adalah mengembangkan agama palsu.
Sikap dan pandangan Dante Alighieri itu dapat dipahami bila di sorot dari beberapa faktor penyebab. Pertama, permusuhan dan kebencian yang diwariskan Perang Salib (1096-1274) masih berpengaruh demikian besar di Eropa dewasa itu. Kedua, kecuali karya-karya ilmiah dan filsafat, manuskrip-manuskrip Arab dalam bidang agama dan sejarah hidup Nabi Besar Muhammad SAW, tidak pernah disalin ke dalam bahasa latin masa itu. Ketiga, sikap dan pandangan Dante itu disebabkan oleh kebodohannya terhadap kenyataan sejarah. Keempat, menurut dokumen vatikan tahun 1972, disebabkan prasangka dan fitnah.[5]

2.      Martin Luther
Muhammad menempati urutan atas diantara orang-orang yang ingin dicela oleh Martin Luther. Tak ada orang Katolik yang pernah menandingi fitnah yang dilontarkan oleh putra Protestan terbaik itu. Luther mengidentifikasi Muhammad sebagai pejuang kawakan yang disebut didalam kitab wahyu sebagai yang membawa kerusakan hebat pada orang-orang Kristiani. Contoh caci maki Luther terhadap Muhammad, “Jika engkau disebut Nabi, siapakah orang bodoh tak tahu adaf seperti itu”. “Bila semangat kedustaan telah menguasai Muhammad dan setan telah membunuh jiwa manusia dengan al-Qur’annya dan menghancurkan iman orang Kristiani, dia harus terus, mengangkat pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh mereka”., dan “Kita berjuang agar orang Turki itu tidak menempatkan Muhammad yang hina itu pada kedudukan Tuhan kita, Kristus”.
Muhammad Versi Luther adalah juga seorang yang mengabdikan dirinya kepada kemewahan dan kenikmatan hawa nafsu, yang memiliki potensi seksual seekor biri-biri jantan, namun dia kurang merugikan Gereja dibandingkan dengan leskup roma. Muhammad mengambil semua wanita, karena itu dia tak beristri, namun Paus lebih tak bermoral karena dia purapura suci padahal melakukan seks bebas”.[6]

3.      Mark Muller
Orientalis dan penulis buku cerita (1790-1865) lama mengembara di berbagai negara Arab. Diantara bukunya ada yang berjudul “Muhammad Wa Muhammadiyah”, didalamnya tertulis. “Kaum Masehi akan terperanjat menyadari bahwa Muhammad adalah salah seorang pendukung Al-Masih, dan agama Al Muhammadiyah (Islam) tiada lain salah satu pembela agama Nasrani. Pada saat yang sama kaum Muslimin dan kaum Masehi akan terperanjat pula pada penyebab yang mengakibatkan mereka bertengkar dan berperang dalam sejarah. Kaum Masehi di dunia akan mengetahui dan menyadari bahwa agama Muhammad itu bersih dari tipu daya dan bahwa ia menagndung penawar yang mampu memulihkan penyakit umat manusia”.[7]

PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari pemaparan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa sesungguhnya para Orientalis akan terus menerus mengomentari dan melontarkan berbagai pandangan mereka perihal Nabi Muhammad SAW, baik secara konstruktif, lebih jauh lagi secara destruktif.
            Semulia apapun kedudukan Nabi Muhammad Saw di mata kaum Muslimin dan para penjunjung yang lain, tetap tidak akan mengubah pandangan para Orientalis terhadap beliau. Faktor ini bukanlah disebabkan oleh kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang manusia biasa sekaligus utusan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di mana-mana, tetapi dikarenakan oleh sikap mereka sendiri yang apriori, berprasangka, dan tidak objektif terhadap Nabi Muhammad Saw.
            Keadaan ini akan terus berlanjutan sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu penghabisannya. Begitulah nasib para Orientalis dari satu generasi kepada generasi yang lain, di mana mereka akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan, serta akan terus meraih kerancuan berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.

DAFTAR PUSTAKA
Sayyed Hussein Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid, Hasim Wahid (Jakarta : LEPPENAS, 1983), hlm. 39
Edward W Said, Penjungkirbalikan Dunia Islam, terj. Asep Hikmat (Bandung : Pustaka Pelajar, 1981), hlm. 5
Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj. H.M. Rasjidi (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm. 13-15
H.M. Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 102
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, terj. A.M. Basalamah (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 52



[2] Sayyed Hussein Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid, Hasim
Wahid (Jakarta : LEPPENAS, 1983), hlm. 39
[3] Edward W Said, Penjungkirbalikan Dunia Islam, terj. Asep Hikmat (Bandung : Pustaka
Pelajar, 1981), hlm. 5
[4] Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj. H.M. Rasjidi (Jakarta : Bulan
Bintang, 1976), hlm. 13-15
[5] H.M. Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 102
[6] Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, terj. A.M. Basalamah (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 52
[7] Ibid, hlm 162

No comments:

Post a Comment