Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara
etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur
(budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung
pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa
dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya.
Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of
recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan. Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus dipertaruhkan atau
dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan
konsep yang dipunyai ahli lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah sebuah
ideology dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya
bagi kehidupan manusia. Pendidikan yang dianggap wahana paling tepat untuk
membangun kesadaran multikulturalisme. Sebab, dalam tataran ideal, pendidikan
seharusnya bisa berperan sebagai “juru bicara” bagi terciptanya fundamen kehidupan
multikultural yang terbebas dari kooptasi negara.
Harus diakui bahwa multikulturalisme kebangsaan Indonesia
belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga masyarakat sesuatu yang given,
takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Masyarakat majemuk (plural
society) belum tentu dapat dinyatakan sebagai
masyarakat
multikultural (multicultural society), karena bias saja di dalamnya terdapat
hubungan antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu
hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi. Konsep masyarakat
multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an, gerakan multikultural
muncul pertama kali di Kanada. Kemudian diikuti Australia, Amerika Serikat,
Inggris, Jerman dan lain-lainnya.
B. Akar Sejarah Multikulturalisme
Secara histories, sejak jatuhnya Presiden Soeharto darikekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut “era reformasi”,
kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi. Dalam pandangan
Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi, dan politik yang bermula sejak
akhir 1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis
sosio-kultural di dalam kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat
(fabric of society) tercabik-cabik akibat berbagai krisis yang melanda
masyarakat. Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam
berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita,
misalnya : disintegrasi social-politik yang bersumber dari euphoria kebebasan
yang nyaris kebablasan; lenyapnya kesabaran social (social temper) dalam
menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan
melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki; merosotnya penghargaan dan
kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan
kesantunan
sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial
lainnya; berlanjutnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya
bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat
dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain. Merebaknya budaya McDonald,
juga makanan instant lainnya, dengan demikian, budaya serba instant; meluasnya
budaya telenovela, yang menyebarkan permisivisme,
kekerasan,
dan hedonisme, mewabahnya MTVisasi, Valentine’s day, dan kini juga pub night di
kalangan remaja.
C. Multikulturalisme dan Persebarannya
Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri
bangsa ini untuk mendesain kebudayaan Indonesia, pada umumnya orang Indonesia
masa kini multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih asing. Konsep
multikulturalisme di sini tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman
suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk (plural
society). Karena, multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan. Mengkaji multikulturalisme tidak bisa dilepaskan dari
permasalahannya yang mendukung ideology ini, yaitu politik dan demokrasi,
keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, juga tingkat
dan mutu produktivitas
D. Masyarakat Majemuk, Masyarakat Multikultural dan Minoritas
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong
sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal
dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi
atau pada jaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang di Indonesia. Ada yang
didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah
nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini.
Perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk
Indonesia kita perjuangkan untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural.
Karena dalam masyarakat multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan
dihargai. Tulisan ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu
masyarakat Indonesia majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi oleh para
ahli dan orang awam sebagai masyarakat multikultural.
E. Multikulturalisme dan Kesederajatan
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan
pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup
dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara
individual maupun secara kelompok, dan terutama ditujukan terhadap golongan
sosial askriptif yaitu sukubangsa (ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme
ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses
demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual
(HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat. Sehingga
upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme
dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan
dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau
kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia
nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara
Indonesia, sebagai warga sukubangsa dan kebudayaannya, tergolong sebagai gender
tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku
sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya
sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuakn
sewenang-wenang oleh
kelompok
atau masyarakat yang dominan.
Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat
multikultural? Karena perjuangan anti diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup
dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan
politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan
kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk
berbeda dapat dipertahankan dan tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai
sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan
politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping
kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal
tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi. Upaya yang telah dan
sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk
meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program
pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta
kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan
profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan
ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana
kelompok minoritas itu hidup.
Daftar Bacaan
Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Hikmat Budiman (ed). 2007. Hak Minoritas : Dilema
Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta : Yayasan Interseksi
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/MASYARAKAT%20%20MULTIKULTURAL.pdf
No comments:
Post a Comment