A. Pengertian
Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa
Latin curerer yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Pada awalnya
kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis
start sampai dengan finish. Kemudian pengertian kurikulum tersebut digunakan
dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan
tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam
menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.
Berikut
ini beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli:
- Pengertian
Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang
dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
- Pengertian
Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang
dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil
pembelajaran yang sudah ditentukan.
- Pengertian
Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua
pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
- Pengertian
Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang
mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui
berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
- Pengertian
Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus
ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
- Pengertian
Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.[1]
B.
Peran Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah
memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat tiga peranan yang
dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan peranan
kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 1990)
1.
Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa
kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai nilai
warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada
generas muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya
menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu
mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang
hidup di lingkungan masyarakatnya.
2.
Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
aspek aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan
bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesatu yang baru sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang
dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu
setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.
Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini di latarbelakangi oleh
adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat
senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa
lalu kepada siswa perlu diseusaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa
sekarang.
Selain itu, perkembangan yang
terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa
yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan
nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih
nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam
hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter
social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan
masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum di atas
tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi
tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang
menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan
ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait dalam proses pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas,
orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait
tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari
kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
C.
Persamaan dan Perbedaan Kurikulum
KTSP dan Kurikulum 2013
1. Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)
KTSP yang
merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah Kurikulum operasional
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah.
Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010,
semua sekolah telah melaksanakan KTSP. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada
masing-masing tingkat satuan Pendidikan ini hampir senada dengan Prinsip
Implementasi KBK (Kurikulum 2004) yang disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis
Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk
memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka.
Prinsip Pengelolaan KBS ini mengacu pada “Kesatuan dalam Kebijakan dan
Keberagamaan dalam pelaksanaan”. Yang dimaksud dengan “Kesatuan dalam
Kebijakan” ditandai dengan Sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen KBK
yang “sama” dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan
“Keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai dengan keberagaman silabus yang akan
dikembangkan oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah
kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Penyusunan
KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar
Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan
menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional, masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Paduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pad aprinsipnya,
KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya
diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.
KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu
pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
2.
Kurikulum 2013
Secara
falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk
mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan
penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta,
beserta segenap isi dan peradabannya. Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu
dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam
memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan
yang jelas bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui
penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan
harus mencakup tiga kompetensi, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan,
sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya.
Dengan
demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan
kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan).
Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar
dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya. Mengingat
pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari
suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang
diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan
pendidikan tercapai.
a. Perencanaan pembelajaran.
Dalam
usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik,
proses panjang tersebut dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan
kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai
perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara
input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan. Sebagai
konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi
tujuan antara. Pada dasarnya, kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang
dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali
dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya,
kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan
konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan
bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena
yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum
(Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi
Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya
secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi
pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk
kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi
lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan
pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak,
sesuai yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi
semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak
termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah
dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas
sebagai suatu taksonomi. Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti
diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima
secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta
penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan
Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan
sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum
sebelumnya.
Mengatakan
tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh,
hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini,
untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen
materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi
rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia,
ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang tindih yang tak diperlukan
pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang tak selaras
antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran,
sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.
b. kompetensi inti
Kommpetensi
lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang
panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk
memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang
perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum
tersebut diterapkan. Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang
harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan
pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik
yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas. Melalui kompetensi inti, sebagai
anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi
dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas
dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan
multidimensi, kompetensi inti juga multidimensi.
Untuk
kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi
dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman
dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta
didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui
pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran
harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain,
semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus
berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti. Ibaratnya, kompetensi inti
merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari
setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator
horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah
bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu.
Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata
pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik
melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian
kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan
bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa
Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa
Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia,
sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam
mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan
menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini
sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok
kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan,
dan kompetensi keterampilan. Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk
memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja,
melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi
dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai
pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada
pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila
konsep pembentukan kompetensi ini dipahami dapat mengurangi, bahkan
menghilangkan, kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo dalam ”Yang Indah dan yang
Absurd” (Kompas, 22/2).
c. Kedudukan bahasa
Uraian
rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan,
terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat
peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat
memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berpikir abstrak. Dalam
kondisi seperti inilah, maka terlebih dulu perlu dibentuk suatu saluran yang
menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada
peserta didik yang masih mulai belajar berpikir abstrak. Di sini peran bahasa
menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua
sumber kompetensi kepada peserta didik.
Usaha
membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat
dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata
pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain
dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam
pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan
perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan
ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan
cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual,
sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga
pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati pendidik dan peserta didik.
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus
dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis.
Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks
untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam
sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan
melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena
desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2006. Rumusannya berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum
berbasis materi sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang
bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya
berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi.
D.
Kelebihan dan kekurangan Kurikulum
KTSP dan Kurikulum 2013
1. KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
a.
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan
pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum
di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang
menghargai potensi keunggulan lokal.
b.
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen
sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program
pendidikan.
c.
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk
menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi
kebutuhan siswa. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu
yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh, di daerah kawasan
wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris sebagai
keterampilan hidup.
d.
KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat.
Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan
jiwa anak.
e.
KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada
sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
f.
Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang
kurikulum.k
g.
Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada
guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah,
kemampuan siswa dan kondisi daerahnya masing-masing.
h.
Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman,
kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan
masyarakat sekitar
i.
Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu,
baik kemampuan,
kecakapan belajar, maupun konteks social budaya.
kecakapan belajar, maupun konteks social budaya.
j.
Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam
proses perkembangan yang
berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
k.
Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi
(pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat
bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
l.
Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyususn dan
mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi
sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat
sekitar sekolah.
kelemahan dari kurikulum KTSP
a. Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu
menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas
guru dan sekolah.
b. Kurangnya ketersediaan sarana dan
prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP .
pelaksanaan KTSP .
c. Masih banyak guru yang belum
memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya,
penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
d. Penerapan KTSP yang merekomendasikan
pengurangan jam pelajaran akan berdampak
berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam,
sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam,
sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
3. Kurikulum
2013
Kelebihan Kurikulum 2013
“Selain kreatif dan inovatif,
pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu.
Misalnya, pendidikan budi pekerti dan karakter harus diintegrasikan ke semua
program studi,” kata Prof Anna Suhaenah Suparno dari Kementerian Pendidikan. Ia
mengatakan asumsi dari kurikulum itu adalah tidak ada perbedaan antara anak
desa atau kota. Anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk
memaksimalkan potensi mereka.Menurut dia, potensi siswa perlu dirangsang dari
awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
Namun, kata dia, kunci terpenting
adalah kesiapan pada guru. Guru, lanjut dia, juga harus terus dipacu
kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk
meningkatkan kecakapan profesionalis secara terus menerus.
Kelemahan Kurikulum 2013
“Saat ini, KTSP saja baru menuju uji
coba dan ada beberapa sekolah yang belum me-laksanakannya. Bagaimana bisa,
kurikulum 2013 ditetapkan tanpa ada evaluasi dari pe-laksanaan kurikulum
sebelumnya,” katanya di Yogyakarta, Senin lalu. Kelemahan lainnya, lanjut
Wuryadi, pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa me-miliki kapasitas
yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung
dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
Wuryadi juga menilai tak adanya
keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran danhasil dalam kurikulum
2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih
diberlakukan. “UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali
tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada
dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata
pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan
pendidikan,” tambahnya.
Kelemahan penting lainnya,
pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan
dasar. Dewan Pendidikan DIY menilai langkah ini tidak tepat karena rumpun ilmu
mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.
Struktur Baru Kurikulum 2013
Draf Struktur Kurikulum 2013 SD
inilah bentuk kurikulum baru 2013 yang akan diberlakukan pada anak-anak tingkat
sekolah dasar (SD). Enam Mata Pelajaran Berbasis Tematik. Mata pelajaran untuk
anak SD yang semula berjumlah 10 mata pelajaran dipadatkan menjadi enam mata
pelajaran, yaitu:
1. Agama,
2. PPKn,
3. Matematika,
4. Bahasa Indonesia,
5. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan,
6. Seni Budaya
Sementara empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri,
yaitu:
1. IPA,
2. IPS,
3. Muatan lokal, dan
4. Pengembangan diri.
Diintegrasikan
dengan enam mata pelajaran lainnya. “Memang sewajarnya seperti itu. IPA dan IPS
dijadikan penggerak dan masuk dalam materi bahasan semua mata pelajaran. Begitu
pula dengan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni
budaya," ujar Mendikbud, Mohammad Nuh. Dengan pemadatan mata pelajaran dan
pembelajaran berbasis tema ini, anak-anak juga tidak akan lagi kerepotan
membawa buku yang banyak dalam tasnya. Nuh mengungkapkan dengan pendekatan
tematik ini, anak-anak hanya perlu membawa paling tidak dua atau tiga buku
sesuai dengan tema yang dipilih pada minggu tersebut.
Belajar di Sekolah Lebih Lama
Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum ini justru membuat durasi belajar
anak di sekolah bertambah. Mohammad Nuh menjelaskan bahwa metode baru ini
mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan mengobservasi
setiap tema yang menjadi bahasan. "Pola ini tentu tidak bisa
dilakukan dengan durasi belajar sebelumnya. Untuk itu ditambah sebanyak empat
jam pelajaran per minggu," kata Nuh. Dengan demikian, untuk
kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam seminggu bertambah
menjadi 30-32 jam seminggu. Sementara pada kelas IV-VI yang semula belajar
selama 32 jam per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per minggu.
"Penambahan jam belajar ini
masih sesuai karena dibandingkan negara lain, Indonesia terbilang masih singkat
durasinya untuk anak usia 7-9 tahun," ungkap Nuh. Pramuka Jadi
Skskul Wajib Bahasa Inggris yang sebelumnya sempat disebut-sebut
akan dihilangkan memang tidak tercantum dalam salah satu mata pelajaran yang
ada. Ternyata untuk tingkat SD ini, Bahasa Inggris masuk dalam kegiatan ekstra
kurikuler bersama dengan Palang Merah Remaja (PMR), UKS, dan Pramuka".
Pramuka ini akan jadi ekskul wajib untuk berbagai jenjang tidak hanya di SD.
Nanti akan dibicarakan juga dengan Kemenpora," kata Mendikbud.
Kesimpulan
Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak
sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah
ditentukan.
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah
memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Yaitu:
a. Peranan Konservatif
b. Peranan Kreatif
c. Peranan kritis dan evaluative.
KTSP yang merupakan penyempurnaan
dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah Kurikulum operasional disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen Pendidikan
Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah
melaksanakan KTSP. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada masing-masing tingkat
satuan Pendidikan ini hampir senada dengan Prinsip Implementasi KBK (Kurikulum
2004) yang disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS).
Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan
sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai
pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka.
Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas
juga memberikan arahan yang jelas bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah
satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan
program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yakni sikap, pengetahuan,
dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya.
Dengan demikian, tujuan pendidikan
nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah
kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang
beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,
setiap kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. oleh
karena kita harus tetap mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia demi menciptakan peserta didik yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia dan sesuai dengan pancasila demi memenuhi perkembagan zaman.
DAFTAR RUJUKAN
Bincang Edukasi, Kurikulum 2013 [internet] 07/03/2013.
(dikutip pada tanggal 06/04/2013). Tersedia dari
http://www.bincangedukasi.com/kurikulum-2013.html
Ilham Mahesa Sinaga, Dampak Kurikulum Baru pada Pelaksanaan
UN [internet] 20/11/2012.dikutip pada tanggal 06/04/2013). Tersedia dari
eritakaget.com/berita/3576/dampak-kurikulum-baru-pada-pelaksanaan- un.html
Ilham Mahesa Sinaga, Bahasa Inggris akan dihapus dari
Kurikulum SD [internet] 12/10/2012. ikutip pada tanggal 06/04/2013). Tersedia
dari:
//www.beritakaget.com/berita/3126/bahasa-inggris-akan-dihapus-dari- kurikulum-sd.html
Ilham Mahesa Sinaga, Uji Publik Kurikulum 2013 [internet]
03/12/2012. (dikutip pada tanggal
06/04/2013). Tersedia dari http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-4
10304065,
Struktur Baru Kurikulum 2013 [internet] 21/11/2012. (dikutip
pada tanggal 06/04/2013)tersedia dari
http://www.diknaspadang.org/mod.php
mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid=1057.
http://riskymark.wordpress.com/2014/05/13/makalah-kurikulum-2013/
No comments:
Post a Comment