A.
Riwayat Hidup
Max Scheler adalah filsuf yang terkenal dari
aliran fenomenologi Husserl. Dia dilahirkan di Munchen tahun 1874, mendapat
gelar doctor pada tahun 1897 dibawah pimpinan filsuf Rudolf Eucken. Sesudah
menjadi tersohor karena karangan-karangannya, maka pada tahun 1928 dia
dipanggil ke Frankrut a.M untuk menjadi guru besar. Akan tetapi sebelum mulai
tugasnya, dia sudah meninggal dunia, demikianlah secara singkat riwayat hidup
Max Scheler.
B.
Pemikiran
Disamping Husserl, filsuf lain yang juga
terlibat dalam filsafat fenomenologi adalah Max Scheler. Scheler juga
menggunakan metode Husserl dan tidak berusaha untuk menganalisa dan menerangkan
lebih jauh tentang suatu obyek dan gejala-gejalanya. Bagi Scheler, fenomenologi
merupakan “jalan keluar” ketidakpuasannya atas logisisme-transendentalis
Immanuel Kant dan Psikologisme Empiris.
Max Scheler berpikir dengan seluruh hati dan
jiwanya. Orang seperti Scheler sebetulnya niscaya hanya bisa berpikir secara fenomenologi.
Artinya bagi manusia dengan tabi’at semacam itu, cara berpikir yang sesuai
ialah terjun dan menenggelamkan diri dalam pengalaman yang kongkrit. Bagi
Scheler, yang terutama bukanlah pikiran, yang terutama ialah perbuatan.
Berbuat, sekali lagi berbuat, mengalami dan merasakan, itulah dan disitulah letak
pengertian menurut Scheler.[1]
Max Scheler merupakan salah satu orang yang
sangat mengagumi pemikiran Husserl tentang fenomenologi. Pada awalnya ia memang
tidak setuju dan menentang seluruh aliran-aliran falsafah pada waktu itu,
tentunya juga dengan metodenya. Buktinya, dari sekian lama ia memcari metode
sendiri dan pada akhirnya ia menemukan metode yang menurutnya baik. Metode
tersebut adalah metode yang dibawa oleh Husserl yaitu metode fenomenologi.[2] Scheler
mendasarkan metode fenomenologinya kepada hati dan perasaan. Maksudnya, untuk
menggapai kebenaran hakiki manusia harus berinteraksi dengan objek sebagaimana
teori Husserl. Namun, ketika manusia menghadapi fenomena, yang tampak sebagai
kebenaran merupakan adalah sesuatu yang tampak pada hati dan perasaan.[3] Selain
itu Scheler menambahkan sesuatu di metode fenomenologi Husserl. Inilah diantara
yang menjadi ciri has metode Scheler. Scheler mengatakan manusia harus menahan
segala sesuatu atau pengakuan dalam menghadapi realita. Manusia harus
melepaskan diri dari dari kecendrungan ia atau tidak, begini atau begitu.
Sehingga yang tersisa hanyalah realitas dari fenomen itu sendiri.
Selanjutnya, tidak hanya melepaskan dari apa
yang telah dijabarkan di atas. Manusia juga harus melepaskan dirinya sendiri
dari dan ikatan yang bersifat kegemaran, kesenangan dan terutama dari belenggu
hidup yang rendah. Dalam hal ini Scheler tampak sebagai orang yang bijak sana.
Karena ia menyarankan untuk melakukan sesuatu yang terpuji sepert jangan
sombong, rendah hati dan lain sebagainya.[4]
Meskipun scheler termasuk salah satu tokoh fenomenologi, beliau memiliki ciri
khusus dalam menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu mengedepankan nilai.[5]
Pandangan Nilai
Menurut Max Scheler
Pada bagian ini, kita akan melihat pandangannya
mengenai nilai. Bagian ini akan dibagi ke dalam sub-sub: pertama,
pemahaman tentang nilai; kedua, hierarki nilai.
a.
Pengertian
tentang Nilai
Menurut scheler nilai-nilai itu bukan realitas
empiris, melainkan apriori.[6] Untuk
memahami pengertian nilai Max Scheler, saya mencoba untuk memisahakan terlebih
dahulu dua sifat yang terdapat pada nilai (material dan apriori), kendati
Scheler tidak memisahakan pembahasan dua dua sifat nilai ini kedalam point point
seperti yang saya lakukan. Akan tetapi, di sini saya mencoba untuk
memisahkannya guna memahami pandangannya mengenai nilai tetapi kita tetap
diajak unutk mebacanya dalam satu kesatuan.
Ø Nilai
Material
Nilai itu material. Material di sini bukanlah
dalam arti “ada kaitan dengan materi” melainkan sebagai lawan dari formal,
materi sebagai “berisi”. Berisi itu berarti kualitas nilai tidak berubah dengan
adanya perubahan pada barang atau pada pembawanya. Misalnya nilai itu selalu
mempunyai isi “jujur”, “enak”, “kudus”,”benar”, “sehat”, “adil”, yang semuanya
itu berbeda dan masing-masing memiliki nilai. Contoh lain, misalnya:
pengkhianatan seorang teman tidak mengubah nilai persahabatan.
Nilai persahabatan tetap merupakan nilai
persahabatan, tidak terpengaruh jika teamanku berbalik mengkhianatiku.
Ø Nilai
Apriori
Nilai merupakan kualitas apriori. Max Scheler
mengatakan bahwa kebernilaian nilai itu mendahului pengalaman. Misalnya: apakah
makanan tertentu enak atau tidak,harus kita coba dulu. Akan tetapi, bahwa “yang
enak” merupakan sesuatu yang positif, sebuah nilai, dan bahwa yang bernilai
“yang enak” dan bukan “yang enak” itu tidak perlu kita coba dulu. Begitu juga
kejujuran, keadilan; bahwa kejujuran, Keadilan sendiri merupakan sebuah nilai
yang kita ketahui secara langsung begitu kita menyadari apa itu kejujuran dan
keadilan. Maka, kejujuran dan keadilan pertama tama bukanlah sebuah konsep
mengenai kejujuran dan keadilan melainkan nilai kejujuran dan nilai keadilan.[7]
b.
Hierarki Nilai
Scheler percaya bahwa nilai itu tersusun dalam
sebuah hubungan hierarki apiori. Dan ini harus ditemukan di dalam hakikat nilai
itu sendiri, bahkan berlaku juga bagi nilai yang tidak kita ketahui. Dalam
keseluruhan realitas, nilai hanya terdapat satu susunan hirarki yang menyusun
seluruh nilai masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Suatu nilai
memiliki kedudukan lebih tinggi atau lebih rendah daripada yang lain. Menurut
Max Scheler, kenyataan bahwa suatu nilai lebih tinggi daripada yang lain dapat
dipahami dalam suatu tindakan pemahaman khusus terhadap nilai, yaitu dengan
tindakan preferensi; suatu pemahaman akan tingkat tinggi dan rendahnya suatu
nilai.
Disini perlu dibedakan tindakan preferensi dan
tindakan memilih. Tindakan memilih merupakan kecenderungan yang telah mencakup
pengetahuan tentang keunggulan nilai, sedangkan tindakan preferensi merupakan
tindakan mengunggulkan atau mengutamakan, yang diwujudkan tanpa menunjukkan
adanya kecenderungan, pemilihan atau keinginan.[8]
Penutup
Sebagai seorang filsuf Max Scheler mengarahkan
serta mendasarkan pemikirannya pada masalah nilai. Berhadapan dengan
pertentangan antara pandangan objektif dan subjektif mengenai nilai. Scheler
memandang nilai sebagai suatu kualitas independen yang tidak berbeda dengan
benda namun tidak tergantung pada benda; benda adalah sesuatu yang bernilai.
Sebagaimana warna hijau tidak berubah menjadi merah jambu manakala objek yang
berwarna biru di cat merah jambu, demikian juga halnya dengan nilai yang tetap
tidak berpengaruh oleh perubahan yang terjadi dalam objek yang digabunginya.
Pengkhianatan seorang sahabat, misalnya, tidak mengubah nilai persahabatan.
Namun, meskipun demikian penangkapan akan nilai-nilai tersebut tergantung
bagaimana keterbukaan manusia sebagai subjek untuk dapat menangkapnya.
Nilai dalam pandangan Scheler secara apriori
tersusun secara hierarkis dari tingkat yang tinggi menurun ke tingkat lebih
rendah. Hirarki ini tidak dapat dideduksikan secara empiris, tetapi terungkap
melalui tindakan preferensi, yaitu melalui intuisi preferensi-evidensi. Empat
tingkat Hierarki nilai ini terdiri dari, yaitu : pertama, nilai kesenangan-Pada tingkat terendah, kita
dapat menemukan deretan nilai-nilai kesenangan dan nilai kesusahan, atau
kenikmatan dan kepedihan. Kedua, adalah nilai vitalitas atau kehidupan,
yang terdiri dari nilai-nilai rasa kehidupan meliputi yang luhur, halus, atau
lembut hingga yang kasat atau biasa, dan juga mencakup yang bagus yang
berlawanan dengan yang jelek. Ketiga terdiri dari nilai-nilai spiritual,
yang memiliki sifat tidak tergantung pada seluruh lingkungan badaniah serta
lingkungan alam sekitar. Dan keempat adalah nilai kesucian dan
keprofanan. Nilai ini hanya tampak pada kita dalam objek yang dituju sebagai
objek absolut.
Daftar Pustaka
Paulus wahana. Nilai
Etika Aksiologi Max Scheler. 2004. Kanisius. Yogyakarta.
Driyarkara, Esai-Esai Falsafah Pemikiran Yang
Terlibat Penuh Dalam Perjuanga Bangsanya, Jakarta: PT Kompas, PT Gramedia,
Kanisius dan Ordoserikat Jesus Provinsi Indonesia, 2006.
Franz
Magnis-Suseno. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. 2000. Kanisius. Yogyakarta.
[1]
http://suhaimi-jaya.blogspot.com/2012/06/fenomenologi-max-scheler.html
[2] Driyarkara,
Esai-Esai Falsafah Pemikiran Yang Terlibat Penuh Dalam Perjuanga Bangsanya,
Jakarta: PT Kompas, PT Gramedia, Kanisius dan Ordoserikat Jesus Provinsi
Indonesia, 2006.
[3] Driyarkara, Esai-Esai Falsafah Pemikiran
Yang Terlibat Penuh Dalam Perjuanga Bangsanya, Jakarta: PT Kompas, PT
Gramedia, Kanisius dan Ordoserikat Jesus Provinsi Indonesia, 2006.
[4]
http://suhaimi-jaya.blogspot.com/2012/06/fenomenologi-max-scheler.html
[5] Paulus wahana.
Nilai Etika Aksiologi Max Scheler. 2004. Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 36
[6] Franz Magnis-Suseno.
12 Tokoh Etika Abad ke-20. 2000. Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 35
[7]
http://suhaimi-jaya.blogspot.com/2012/06/fenomenologi-max-scheler.html
[8] Franz
Magnis-Suseno. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. 2000. Kanisius. Yogyakarta.
Hlm. 46
No comments:
Post a Comment