PopAds

Friday 23 January 2015

AGAMA DAN KEBUDAYAAN


Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing-masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada suatu kehidupan. Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai-nilai Agama dengan nilai-nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya eksistensi dan kesucian nilai-nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.


A.    Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya (horizontal).
Pengertian agama (religi) juga dipandang sebagai wadah lahiriyah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataaan iman di forum terbuka (masyarakat) dan yang memanifestasinya dapat dilihat (disaksikan) dlam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan kultus, doa-doa dan lain-lain.[1]
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan  dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons. Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.
Sedangkan menurut koentjaraningrat agama adalah semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh Negara, sedangkan religi merupakan bagian dari  masyarakat.[2] Bagitu juga menurut amsal bakhtiar, agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Poko persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan, manusia, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan.[3]

B.     Pengertian Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta serta akal budi manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon manusia berada.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sangsakerta buddhayah,  yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Kebudayaan merupakan keseluruhan sitem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Hal tersebu berarti hamper seluruh tindakan hidup manusia adalah “kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri berupa refleks, beberapa tindakan akibat pisiologi atau kelakuan.[4]
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya, melainkan termasuk mengembangkan hasil-hasil kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan antara agama dan kebudayaan. [5]

C.    Bentuk-Bentuk Agama Dan Kebudayaan

1.      Bentuk Agama
Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme,dan politeisme,[6] adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
a.      Pengertian Agama Dinamisme ialan : Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
b.      Pengertian Agama Animisme ialah : Agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dan lain-lain.
c.       Pengertian Agama Monoteisme ialah : Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
d.      Pengertian agama politeisme ialah: kepercayaan kepada kekuatan gaib yang meningkat menjadi kepercayaan terhadap beberapa dewa. Politeisme kendati memuliakan satu dewa atau tiga dewa, bukan berarti dewa-dewa lain tidak diakui. Dewa-dewa itu tetap diakui, tetapi tidak semulia dan setinggi dewa yang utama. Dewa yang rendah tetap dibutuhkan ketika menghadapi hal-hal yang khusus, seperti mita hunjan kepada dewa hujan, ketika dating masa kemarau dan lain-lain.[7]
2.      Bentuk Kebudayaan
a.      Kebudayaan Persia
Dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakatnya banyak yang menyembah berbagai alam nyata, seperti langit, cahaya, udara, air dan api. Api dilambangkan sebagai Tuhan baik, sehingga mereka menyembah api yang selalu dinyalakan didalam rumah-rumah.
b.      Kebudayaan Romawi Timur
Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 M. Budaya Romawi pada umumnya beragama Nasrani. Dalam Kebudayaannya dikenal 3 muhzab yang termasyur yaitu :
1.      Mazhab Yaaqibah, yang bertebaran di Mesir, Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah.
2.      Mazhab Nasathirah yang betebaran di Mesir, Irak, Persia.
3.      Mazhab Mulkaniyah, Kedua Mazhab ini berkeyakinan bahwa dalam diri Al-Masih terdapat 2 tabiat yaitu :
·         Tabiat ketuhanan.
·         Tabiat kemanusiaan.
c.       Kebudayaan Islam
Sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan zaman, Ajaran-ajaran Islam pun kian marak dijadikan sebuah Budaya, yang akhirnya masyarakat sendiri sulit membandingkan antara Agama dengan Budaya.
Contohnya : Masalah busana muslim “Jilbab”, di zaman dahulu busana muslim atau jilbab adalah pakaian yang menutup aurat, pakaian longgar dan panjang, sedangkan zaman sekarang jilbab menjadi sebuah model atau gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam.[8]
D.    Unsur-Unsur  Agama  Dan  Kebudayaan
1.      Unsur-Unsur Agama
Unsur-unsur penting yang terdapat dalam Agama ialah :
a.       Unsur Kekuatan Gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu sendiri.
b.      Keyakinan Manusia : bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
c.       Respons yang bersifat Emosionil dari manusia : Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama – agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang besangkutan.
d.      Paham adanya yang kudus (saered) dan suci : dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat – tempat tertentu.[9]

2.      Unsur-Unsur Budaya
Adapun Unsur Kebudayaan yang bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini, adalah sebagai berikut :
a.       Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari – hari misalnya : pakaian, perubahan, alat rumah tangga, senjata dan sebagainya.
b.      Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi. Misalnya : Pertanian, peternakan, sitem produksi.
c.       Sistem kemasyarakatan, misalnya : kekerabatan, sistem perkawinan, sistem warisan.
Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan maupun tertulis.
d.      Ilmu Pengetahuan
e.       Kesenian, misalnya : seni suara, seni rupa, seni gerak.

E.     Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Lebih tegas dikatakan Geertz , bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

F.     Hubungan Agama dan Kebudayaan
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Sehingga memunculkan hubungan (bukan hubungan yang saling mengisi dan membangun) antara agama dan  budaya. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.      Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama  atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.
2.      Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3.      Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.      Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya. Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan – pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.


PENUTUP
Kesimpulan

Dari uraian tentang “Agama dan Budaya” yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Tuhan  yang hakiki oleh karena itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya, kekekalannya, dan konstanta atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa dan akal buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan mengalami perubahan sejalan dengan erkembangan jaman. Oleh karena itu, saya menekankan bahwa antara agama dan budaya meski memiliki hubungan namun tidak dapat dicampur adukan. Demikian makalah ini disususun, semoga dapat menjadi satu dari budaya sarana dalam menerangkan antara agama dan budaya.


DAFTAR PUSTAKA
Hendropuspito, sosiologi agama, kanisius, Yogyakarta, 1983.
Tedi sutardi, antropologi: mengungkap keragaman budaya,setia purna inves, bandung, 2005.
Amsal bakhtiar, filsafat agama, raja Grafindo persada, Jakarta, 2009.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Reneka Cipta, Jakarta, 1990.
http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Mulyono, Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta;  Pustaka Sinar Harapan, 1982.



[1] Hendropuspito, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983, Hlm. 36
[2] Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, Setia Purna Inves, Bandung, 2005, hlm. 27
[3] Amsal bakhtiar, Filsafat Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 2
[4] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Reneka Cipta, Jakarta, 1990. Hlm.180-181
[5] http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 55
[7] Ibid, hlm. 58-59
[8] http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
[9] Op. Cit. Hlm.202-206

1 comment:

  1. Slogad - starvegad - stillcasino
    Get the latest live casino 메리트카지노 results and updates about Slogad. Register at your nearest casino and 제왕카지노 join the growing community. The world's largest starvegad casino game

    ReplyDelete