Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang
masing-masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah
artikan oleh orang-orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama
dan posisi Budaya pada suatu kehidupan. Penulis masih sering menyaksikan adanya
segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai-nilai Agama dengan
nilai-nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat
disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya eksistensi dan kesucian
nilai-nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas
mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah
dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat
menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara
Agama dan Budaya.
A.
Pengertian
Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari
kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika
dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam
pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar
hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena
itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas
dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas
tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan
oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang
perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata
religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang
berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio
termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya
dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar
sesamanya (horizontal).
Pengertian agama (religi) juga dipandang
sebagai wadah lahiriyah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataaan iman di
forum terbuka (masyarakat) dan yang memanifestasinya dapat dilihat (disaksikan)
dlam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan kultus, doa-doa dan lain-lain.[1]
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas
penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus
mempesonakan dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus
atau terdesak secara batiniah untuk merespons. Dalam kaitan ini ada juga yang
mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman
dalam hidupnya.
Sedangkan menurut koentjaraningrat agama adalah
semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh Negara, sedangkan religi merupakan
bagian dari masyarakat.[2]
Bagitu juga menurut amsal bakhtiar, agama adalah suatu sistem kepercayaan
kepada tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan
interaksi dengan-Nya. Poko persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi
Tuhan, manusia, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan.[3]
B.
Pengertian
Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil
cipta serta akal budi manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah
keseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan
untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai sikonnya.
Kebudayaan berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan
hidup dan kehidupan serta sikon manusia berada.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sangsakerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Kebudayaan merupakan keseluruhan sitem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar. Hal tersebu berarti hamper seluruh
tindakan hidup manusia adalah “kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan
belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri berupa refleks, beberapa tindakan
akibat pisiologi atau kelakuan.[4]
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil
atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring
dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan;
kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya,
jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya,
bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan
nenek moyangnya, melainkan termasuk mengembangkan hasil-hasil kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia
pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan
turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya;
namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam
komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke
dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan
(misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi
formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan antara agama dan kebudayaan. [5]
C.
Bentuk-Bentuk
Agama Dan Kebudayaan
1.
Bentuk Agama
Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula
yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan.
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme,
Monoteisme,dan politeisme,[6]
adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
a.
Pengertian Agama Dinamisme ialan : Agama yang
mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada
benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada
kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada
pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut
‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
b.
Pengertian Agama Animisme ialah : Agama yang
mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa,
mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang
halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda
tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia,
Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dan
lain-lain.
c.
Pengertian Agama Monoteisme ialah : Adanya
pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta
dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
d.
Pengertian agama politeisme ialah: kepercayaan
kepada kekuatan gaib yang meningkat menjadi kepercayaan terhadap beberapa dewa.
Politeisme kendati memuliakan satu dewa atau tiga dewa, bukan berarti dewa-dewa
lain tidak diakui. Dewa-dewa itu tetap diakui, tetapi tidak semulia dan
setinggi dewa yang utama. Dewa yang rendah tetap dibutuhkan ketika menghadapi
hal-hal yang khusus, seperti mita hunjan kepada dewa hujan, ketika dating masa
kemarau dan lain-lain.[7]
2.
Bentuk Kebudayaan
a.
Kebudayaan
Persia
Dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakatnya
banyak yang menyembah berbagai alam nyata, seperti langit, cahaya, udara, air
dan api. Api dilambangkan sebagai Tuhan baik, sehingga mereka menyembah api
yang selalu dinyalakan didalam rumah-rumah.
b.
Kebudayaan Romawi
Timur
Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 M.
Budaya Romawi pada umumnya beragama Nasrani. Dalam Kebudayaannya dikenal 3
muhzab yang termasyur yaitu :
1.
Mazhab Yaaqibah, yang bertebaran di Mesir,
Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah.
2.
Mazhab Nasathirah yang betebaran di Mesir,
Irak, Persia.
3.
Mazhab Mulkaniyah, Kedua Mazhab ini
berkeyakinan bahwa dalam diri Al-Masih terdapat 2 tabiat yaitu :
·
Tabiat ketuhanan.
·
Tabiat kemanusiaan.
c.
Kebudayaan
Islam
Sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan
zaman, Ajaran-ajaran Islam pun kian marak dijadikan sebuah Budaya, yang
akhirnya masyarakat sendiri sulit membandingkan antara Agama dengan Budaya.
Contohnya : Masalah busana muslim “Jilbab”, di
zaman dahulu busana muslim atau jilbab adalah pakaian yang menutup aurat,
pakaian longgar dan panjang, sedangkan zaman sekarang jilbab menjadi sebuah
model atau gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam.[8]
D.
Unsur-Unsur
Agama Dan Kebudayaan
1.
Unsur-Unsur
Agama
Unsur-unsur penting yang terdapat dalam Agama
ialah :
a.
Unsur Kekuatan Gaib : Manusia merasa dirinya
lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh
karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib
tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan
larangan kekuatan gaib itu sendiri.
b.
Keyakinan Manusia : bahwa kesejahteraannya di
dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan
kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan
dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
c.
Respons yang bersifat Emosionil dari manusia :
Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam
agama – agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama
– agama monoteisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang
terdapat dalam agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama – agama
monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu
bagi masyarakat yang besangkutan.
d.
Paham adanya yang kudus (saered) dan suci :
dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran
agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat – tempat tertentu.[9]
2.
Unsur-Unsur Budaya
Adapun Unsur Kebudayaan yang bersifat universal
yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini, adalah
sebagai berikut :
a.
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari
– hari misalnya : pakaian, perubahan, alat rumah tangga, senjata dan
sebagainya.
b.
Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi.
Misalnya : Pertanian, peternakan, sitem produksi.
c.
Sistem kemasyarakatan, misalnya : kekerabatan,
sistem perkawinan, sistem warisan.
Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan
maupun tertulis.
d.
Ilmu Pengetahuan
e.
Kesenian, misalnya : seni suara, seni rupa,
seni gerak.
E.
Agama dan
Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah
keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar.
Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian,
berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang
terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat,
ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama
terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif
tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan
berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan
Tuhan.
Lebih tegas dikatakan Geertz , bahwa wahyu
membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk
pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang
mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan
budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang
digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang
diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh
konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi
yang objektif.
F.
Hubungan Agama
dan Kebudayaan
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil
atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring
dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan;
kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya,
jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya,
bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan
nenek moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia
pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan
turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya;
namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam
komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke
dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan
(misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi
formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan
kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan
pengertiannya, tidak pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan
adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam
masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat
berdampak pada perubahan kebudayaan.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut
menghasilkan hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Sehingga
memunculkan hubungan (bukan hubungan yang saling mengisi dan membangun)
antara agama dan budaya. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara
Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.
Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini
merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan
Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan
keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat
mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur
kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.
2.
Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap
ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3.
Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan.
Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan.
Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia
harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.
Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui
Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat
dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna
memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan
memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau
mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak
bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat,
maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya
pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal
mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib
melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan
atau menggunakannya. Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan
Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan –
pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai
hal tersebut tidak mudah.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian tentang “Agama dan Budaya” yang
telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak
ciptaan Tuhan yang hakiki oleh karena
itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya, kekekalannya,
dan konstanta atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun. Sedangkan
kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa dan akal buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan
mengalami perubahan sejalan dengan erkembangan jaman. Oleh karena itu, saya
menekankan bahwa antara agama dan budaya meski memiliki hubungan namun tidak
dapat dicampur adukan. Demikian makalah ini disususun, semoga dapat menjadi
satu dari budaya sarana dalam menerangkan antara agama dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Hendropuspito, sosiologi agama,
kanisius, Yogyakarta, 1983.
Tedi sutardi, antropologi:
mengungkap keragaman budaya,setia purna inves, bandung, 2005.
Amsal bakhtiar, filsafat agama, raja
Grafindo persada, Jakarta, 2009.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu
Antropologi, Reneka Cipta, Jakarta, 1990.
http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama,
Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Mulyono, Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan
Pemikiran, Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan, 1982.
[1] Hendropuspito,
Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983, Hlm. 36
[2] Tedi Sutardi, Antropologi:
Mengungkap Keragaman Budaya, Setia Purna Inves, Bandung, 2005, hlm. 27
[3] Amsal
bakhtiar, Filsafat Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 2
[4] Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Reneka Cipta, Jakarta, 1990. Hlm.180-181
[5]
http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
[6] Amsal Bakhtiar,
Filsafat Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 55
[7] Ibid, hlm.
58-59
[8]
http://suthangabang.blogspot.com/2013/11/agama-dan-budaya-makalah.html
Slogad - starvegad - stillcasino
ReplyDeleteGet the latest live casino 메리트카지노 results and updates about Slogad. Register at your nearest casino and 제왕카지노 join the growing community. The world's largest starvegad casino game