BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Beranjak
dari pemahan beberapa pendapat mengenai ormas-ormas
islam yang menganut beberapa pemahaman mengenai aliran teologi dalam islam maka
penting lah bagi penulis untuk memeberikan pengantar mengenai beberapa pemahaman
tersebut dalam sebuah makalah ringkas. Dalam makalah ini dijelaskan beberapa
aliran yaitu Khawarij dan Murji’ah, yang didalamnya dibahas mengenai latar
belakang kemunculan, doktrin-doktrin, sekte-sekte dan bagaimana perkembangannya
sampai saat ini.
Semoga
setelahnya memahami makalah ini kita menjadi tahu dan paham terhadap beberapa
ajaran khawarij dan murji’ah, sehingga kita dapat menentukan sikap.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa latar belakang
kemunculan Golongan Khawarij dan Murji’ah?
2.
Apa doktrin-doktrin Golongan
Khawarij dan Murji’ah?
3.
Apa penyebab
pertentangan di Golongan Khawarij dan Murji’ah?
4.
Bagaimana dengan
Khawarij dan murji’ah masa kini?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui latar
belakang kemunculan Khawarij dan Murji’ah;
2.
Memahami doktrin
Golongan Khawarij dan Murji’ah;
3.
Memberitahukan penyebab
pertentangan yang berdampak timbulnya sekte-sekte dalam Golongan Khawarij dan
Murji’ah;
4.
Memberitahukan
perkrmbangan Khawarij dan Murji’ah masa kini.
D. Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan makalah ini
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : bagian
pendahuluan,bagian isi dan bagian akh
ir
(penutup).
Bagian
isi dibagi menjadi 4 bab, yaitu sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan mengemukakan latarbelakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan sebagai jawaban dari
permasalahan dan ditambah dengan analisis
perbandingan sebagai hasil dari pemahaman penulils.
3. Bab IV Penutup
Penutup berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemahaman
pennulis dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Golongan
Khawarij
1. Latar
Belakang Kemunculan
Khawarij
berasal dari kata khariji artinya
orang yang pergi keluar.[1]
Golongan Khawarij terdiri atas
pengikut-pengikut Ali yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan
sikap Ali dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan
persengketaan tentang khalifah dengan
Muawiyah bin Abi Sufyan.[2]
Akhirnya aliran ini membenci Saidina Ali karena dianggap lemah dalam menegakan
kebenaran, sebagaimana mereka membenci Saidia Muawiyah karena melawan Khalifah
yang sah. Aliran inilah yang dinamakan aliran Khawarij, yakni keluar dari
Saidina Ali dan Saidina Muawiyah.
Mereka
mengadakan semboyan “ la hukma illa
lillah” (tak ada hukum kecuali dari Allah).
2. Pandangan-Pandangan
a. Kepemimpinan
Para golongan Khawarij bersepakat mengakui
kepemimpinan Usman bin Affan disaat terjadi mala petaka yang menimpa dirinya.
Mula-mula mereka juga mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, tetapi setelah
Ali menyetujui tahkim, mereka
berbalik mengingkarinya, dan mereka pun mengkufurkan Muawiyah, Amr ibn Ash dan
Abu Musa al-Asy’ari.[3]
Berdasarkan firman Allah pada surat Al-maidah :44, yang artinya “ barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”[4]
b. Anak-Anak
Golongaan Khawarij berbeda anggapan tentang
anak-anak, yang terpecah dalam tiga anggapan :
Ø Kelompok
pertama beranggapan bahwa anak-anak orang musyrik itu niscaya dihukum sepeti
bapaknya disiksa dalam neraka, begitupun anak-anak orang mumin niscaya dihukum
seperti bapaknya.
Ø Golongan
kedua beranggapan bahwa boleh-boleh saja memberi siksaan atau tidak kepada
anak-anak orang musyrik, sementara kepada anak-anak orang mumin, Allah niscaya
memberikan balasan seperti apa yang diperoleh bapaknya. Sebagaiman firman Allah
surat Al-Thur : 21, yang artinya “ dan
orang-orang mukmin serta anak-cucunya yang mengikuti mereka dalam keimanan,
niscaya kami hubungkan anak-cucunya itu dengan mereka…”
Ø Golongan
ketiga Qodariyah, beranggapan bahwa anak-anak oranag musyrik ataupun orang mukmin
itu, niscaya berada dalam surga. [5]
c. Al-Qur’an
Para pengikut Kahawarij beranggapan
bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
d. Qadar
Kebanyakan para pengikut Khawarij
mempnyai anggapan yang bersesuaian dengan aliran Mu’tazilah yaitu menisbatkan
segala sesuatu merupakan ketentuan Allah.
e. Siksaan
Allah
Golongan Khawarij mengatakan orang
yang melakukan dosa besar, yaitu sampai meninggal tetap melakukan dosa besar,
niscaya dia berada dalam neraka selamanya. Tetapi aliran Khawarij pun
menganggap orang muslim yang melakukan dosa besar niscaya disiksa pula seperti
layaknya orang kafir.[6]
f. Cap
kafir
Satu keistimewaan kaum Kkhawarij
ialah lekas-lekas menuduh “kafir” bagi orang-orang yang tidak mengikutinya.
Nafi’I bin azraq, yang digelari amirul mu’minin oleh kaum Khawarij mempatwakan
bahwa sekalian orang yang membantahnya adalah kafir yang halal darahnya,
hartanya dan halal anak istrinya.
3. Pertentangan
di Kalangan Khawarij
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Khawarij
tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dikalangan para pendukung khawarij
sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar dalam cara pandang
sehingga menyebabkan aliran ini terbagi kedalam beberapa sub sekte.
4. Sekte-Sekte
a. Al-Muhakkimah
Golongan
ini dipimpin oleh Abdullah bin Wahab,[7] bagi
mereka Ali, Muawiyyah, Amr bin Ash, Abu Musa ak-Asy’ary dan semua orang yang
mengikuti arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukuman kafir ini
mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang melakukan
dosa besar. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut
paham golongan ini orang yang telah mengerjakan zina telah menjadi kafir dan
keluar dari islam.[8]
Demikian pula dengan dosa-dosa besar lainnya, dapat mengakibatkan keluar dari
islam dan kafir.[9]
b. Al-Azariqoh
Golongan
ini dipimpin oleh Nafi Al-Hanafi[10]
subsekte ini sikapnya lebih radikal, mereka tidak lagi memakai term kafir,
tetapi term musyrik atau polytheist. Mereka menganggap musyrik
kepada siapapun yang secara berkesinambungan mengerjakan dosa kecil, bila tidak
dilakukan secara kontinu, pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya
kafir. Namun, jika dilaksanakan terus, ia akan menjadi musyrik.[11] Dan
didalam islam musyrik merupakan dosa yang besar, lebih besar dari kufur.
Selanjutnya yang dipandang musyrik ialah semua orang yang tak sepaham dengan
mereka. Bahka orang yang sepaham dengan Azariqoh, tetapi tidak mau berhijrah
kedalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik.[12]
c. An-Najat
Pimpinannya
adalah Najdah bin Amir Al-Hanafi[13]
mereka berpendapat bahwa yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam
neraka hanyalah orang islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun
pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, betul akan mendapt siksaan, tetapi
bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga. Dosa kecil baginya akan
menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus menerus dan yang mengerjakannya
sendiri menjadi musyrik.[14]
d. Al-Ajaridah
Pimpinannya
adalah Abd al-Karim ibn Ajrad, subsekte ini bersifat lebih lunak karena menurut
paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban tetapi hanya merupakan
kebajikan. Dengan demikian kaun Ajridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan
mereka dengan tidak dianggap kafir. Golongan Ajaridah terpecah menjadi golongan
keci. Diantaranya, golongan al-Maimuniah menganut paham qodariah. Bagi mereka
semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan
manusia sendiri. Golongan Hamziah menganut paham yang sama dengan al-Maimuniah.
Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paha tuhanlah yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia, manusia tidak dapat menentang kehendak
Allah.[15]
e. As-Sufriyah
Pimpinannya
adalah Zaid bin Al-Ashfar[16]
mereka membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa yang sanksinya di dunia,
seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang sanksinya di dunia, seperti
meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang dikategorikan pertama tidak diangap
kafir, sedangkan orang yang melaksanakan dosa kategori kedua dianggap kafir.[17]
5. Khawarij
Masa Kini
Permulaan munculnya Muhammad ibn
Abdil Wahhab ini ialah di wilayah timur sekitar tahun 1143 H. Gerakannya yang
dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan
daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab meninggal pada tahun 1206 H.
Ia banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap sebagai berlandaskan
al-Qur’an dan Sunnah. Ajarannya tersebut banyak ia ambil atau tepatnya ia
hidupkan kembali dari faham-faham Ibn Taimiyah yang sebelumnya telah padam, di
antaranya; mengharamkan tawassul dengan Rasulullah, mengharamkan perjalanan
untuk ziarah ke makam Rasulullah atau makam lainnya dari para Nabi dan
orang-orang saleh untuk tujuan berdoa di sana dengan harapan dikabulkan oleh
Allah, mengkafirkan orang yang memanggil dengan “Ya Rasulallah…!”, atau “Ya
Muhammad…!”, atau seumpama “Ya Abdul Qadir…!
Selain menghidupkan kembali
faham-faham Ibn Timiyyah, Muhammad ibn Abdil Wahhab juga membuat faham baru, di
antaranya; mengharamkan mengenakan hirz (semacam jimat) walaupun di dalamnya
hanya terkandung ayat-ayat al-Qur’an atau nama-nama Allah, mengharamkan bacaan
keras dalam shalawat kepada Rasulullah setelah mengumandangkan adzan. Kemudian
para pengikutnya, yang kenal dengan kaum Wahhabiyyah, mengharamkan perayaan
maulid nabi Muhammad. Hal ini berbeda dengan Imam mereka; yaitu Ibn Taimiyah,
yang telah membolehkannya.
Salah seorang ahli tafsir terkemuka;
Syekh Ahmad ash-Shawi al-Maliki dalam ta’lîq-nya terhadap Tafsîr al-Jalâlain
menuliskan sebagai berikut:
“Menurut satu pendapat bahwa ayat
ini(al-Ahqaf: 5, al-Ra’ad: 1) turun tentang kaum Khawarij, karena mereka adalah
kaum yang banyak merusak takwil ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits
Rasulullah. Mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-harta mereka.
Dan kelompok semacam itu pada masa sekarang ini telah ada. Mereka itu adalah
kelompok yang berada di negeri Hijaz; bernama kelompok Wahhabiyyah. Mereka
mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar dan terkemuka, padahal
mereka adalah para pendusta. Mereka telah dikuasai oleh setan hingga mereka
lalai dari mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sesungguhnya
golongan setan adalah orang-orang yang merugi. Kita berdo’a kepada Allah,
semoga Allah menghancurkan mereka” (Mir-ât an-Najdiyyah, h. 86).
Syekh Ibn Abidin al-Hanafi dalam
karyanya; Hâsyiyah Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr menuslikan sebagai
berikut:
“Penjelasan;
Prihal para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai kaum Khawarij di zaman
kita ini. Pernyataan pengarang kitab (yang saya jelaskan ini) tentang kaum
Khawarij: “Wa Yukaffirûn Ash-hâba Nabiyyina…”, bahwa mereka adalah kaum yang
mengkafirkan para sahabat Rasulullah, artinya kaum Khawarij tersebut bukan
hanya mengkafirkan para sahabat saja, tetapi kaum Khawarij adalah siapapun
mereka yang keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib dan memberontak kepadanya.
Kemudian dalam keyakinan kaum Khawajij tersebut bahwa yang memerangi Ali ibn
Abi Thalib, yaitu Mu’awiyah dan pengikutnya, adalah juga orang-orang kafir.
Kelompok Khawarij ini seperti yang terjadi di zaman kita sekarang, yaitu para
pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah memerangi dan menguasai
al-Haramain; Mekkah dan Madinah. Mereka memakai kedok madzhab Hanbali. Mereka
meyakini bahwa hanya diri mereka yang beragama Islam, sementara siapapun yang menyalahi
mereka adalah orang-orang musyrik. Lalu untuk menegakan keyakinan ini mereka
mengahalalkan membunuh orang-orang Ahlussunnah. Oleh karenanya banyak di antara
ulama Ahlussunnah yang telah mereka bunuh. Hingga kemudian Allah menghancurkan
kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka
dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus
tiga puluh tiga hijriyah (th 1233 H)” (Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr,
j. 4, h. 262; Kitab tentang kaum pemberontak.).[18]
B.
Golongan
Murji’ah
1. Latar
Belakang Kemunculan
Asal kata “murji’ah” dari “irja”, artinya
menangguhkan. kaum murji’ah atinya kaum yang menanguhkan. Kaum murji’ah lahir
pada abad ke satu hijriah setelah melihat hal-hal di bawah ini:
Ø Kaum
Syi’ah menyalahkan, bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat
khalifah dari Sidina Ali.
Ø Kaum
Khawarij menghukum kafir Khalifah Muawiyah karena melawan pada Khalifah yang
sah, yaitu Saidina Ali. Begitu juga kaum Khawarij menghukum kafir Saidina Ali karena
menerima “tahkim” dalam perang Siffin.
Ø Kaum
Muawiyah menyalahkan orang-orang pihak Ali, karena memberontak melawan Saidina
Utsman bin Affan.
Ø Sebagian
pengikut Saidina Ali menyatakan salah terhadap sikap Siti Aisyah, Thalha dan
Zuber yang menggerakan perlawanan terhadap Sidina Ali sehingga terjadi perang
Jamal.[19]
Dalam suasana pertentangan tersebut, timbul suatu
golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir
mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan. Bagi mereka
sahabat yang bertentangan itu merupkan orang-orang yang dapat dipercayai dan
tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan
pendapat tentang siapa yang salah, dan memandang lebih baik menunda (arja’a)
penyelesaian persoalan ini kehari perhitungan di depan Tuhan.[20]
2. Pandangan-Pandangan
Menurut
Harun Nasution, ada empat pokok ajaran murji’ah, yaitu:
a. Menunda
hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Musa Al-Asy’ary yang terlibat dalam
tahkim dan menyerahkan kepada Allah di hari kiamat kelak;
b. Menyerahkan
keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar;
c. Meletakan
(pentingnya) amal daripada iman;
d. Memberikan
penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat daripada Allah.[21]
e. Kaum
Murji’ah menjatuhkan hukuman mukmin bagi orang yang melakukan dosa besar dan
dosa tersebut ditunda penyelesiannya ke hari perhitungan kelak.[22]
f. Setiap
perbuatan maksiat itu merupakan dosa besar[23]
g. Iman
itu ialah mengenal Tuhan dan Rasul-Rasul-Nya. Kalau kita sudah mengenal Tuhan
dan Rasull-Nya itu sudah cukup, sudah menjadi mu’min.[24]
3. Pertentangan
di kalangan Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah
tampaknya dipicu oleh perbedaan penadapat di kalangan para pendukung Murji’ah
sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para
pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah.
Pada umunmnya kaum Murji’ah di golongkan
menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat dan golongan Ekstrim.
a. Golongan Moderat
Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi), Abu Yusuf dan
beberapa ahli hadits. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka
sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa tuhan
akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama
sekali.
Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk
Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan
beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa
besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi
iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya
dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam
perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada
perbedaan manusia dalam hal iman.[25]
Dengan gambaran serupa itu, maka iman semua
orang islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara iman orang islam yang
berdosa besar dan iman orang islam yang patuh menjalankan perintah-perinyah
Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa
kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman.
b. Golongan Murji’ah Ekstrim
Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim
adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan
Al-Hasaniyah, Al-Ghailaniyah, As-Saubaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karamiyah.[26]
Menurut golongan ini orang islam yang percaya
terhap Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara liasan tidak menjadi
kafir, karena iman dan kufur tempatnya
dalam hati, bukan dalam bagian lain dalam tubuh manusia. Bahkan orang yang demikian
pula tidak menjadi kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan
ajaran-ajaran Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan
percaya kepada trinity, dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap
merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.[27]
4. Sekte-Sekte
a. Al-Yunusiyah
Pimpinannya
Yunus bin Aum an-Numairy. Ajarannya antara lain:
Maksiat
tidak membahayakan kalau iaman masih ada. bahwa iblis itu mengenal Allah tetapi
ia kafir karena sombong.[28]
iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau dengan kata lain, ma’rifat
(mengetahhui) Allah dengan kalbu; bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan
maupun tindakan.[29]
b. Al-Ubaidiyah
Pemimpinnya
al-Ubaid al-Muktab. Ajaarannya antara lain: bahwa ilmu Allah, kalam-Nya dan
agama-Nya senantiasa merupkan yang lain dari padanya.
c. Al-Ghasaniyah
Pimpinannya
adalah Ghsan al-Kaufi. Ajrannya antara lain: bahwa iman itu tidak bertambah dan
tidak berkurang.
d. Asy-Syabaniyah
Pemimpinnya
Syauban al-Murji. Ajarannya antara lain: mereka tidak menegaskan seoragn mukmin
yang berdosa besar akan keluar dari api neraka.
e. At-Tumaniyah
Pemimpinnya
Abu Muas at-Taumiyah. Ajarannya antara lain: bahwa orang yangmeninggalkan shlat
dan berkata halal meninggalkannya adalah kafir, tetapi dengan niat qada
tidaklah kafir.
f. Ash
Shalihiyah
Pemimpinnya
Abu Amir as-Shalihi. Ajarannya ntara lain: bahwa yang disebut zakat, puas dan
haji itu hanyalah digambarkan sebagi kepatuhan belaka dan tidak dimasukan dalam
masalah ibadah kepada Allah, sebaba yang dianggap ibadah adalah iman.
g. Al-Jahimiyah
Pemimpinya
adalah Jahm ibn Shafwan. Ajarannya antara lain: Al-Qur’an adalah makhluk Allah,
jadi Qur’an itu baru dan tuhan tidak dapat dilihat walaupun di akhirat.[30]
5. Murji’ah
Masa Kini
perlu Anda ketahui bahwa pokok
kesalahan kaum Murji’ah generasi pertama adalah terlalu membesar-besarkan
perkara iman dan menyepelekan perkara maksiat. Mereka menyangkal iman dapat
terhapus karena dosa. Mereka mengatakan: “Dosa tidak dapat melunturkan iman!”
Itulah pangkal kesesatan mereka.
Adapun pokok kesalahan mereka sekarang ini adalah terlalu membesar-besarkan
masalah politik. Siapa saja yang ikut dalam gerakan mereka akan
mendapat loyalitas penuh. Dosa
tidak dapat mempengaruhi fiqih haraki! Meskipun dosa, syirik kepada
Alloh SWT sekalipun! Buktinya berapa
banyak tokoh dan pemimpin mereka yang jatuh dalam kesalahan besar, namun tidak
seorangpun di antara mereka yang tergerak mengkritiknya demi membela agama!
Semangat mereka hanyalah untuk membela kelompok dan golongan mereka saja.
Coba lihat bagaimana heboh dan
gegernya mereka ketika Syaikh Abdul-Aziz bin Baz dan Syaikh al-Albani
menganjurkan agar menghentikan perlawanan berdarah melawan Yahudi selama
memulihkan kekuatan kaum muslimin! Padahal fatwa tersebut berasal dari dua
orang mujtahid abad ini!
Apabila
tokoh dan pemimpin mereka yang salah, maka sebagai anggota harokah mereka menutup
mata terhadap kesalahan itu walau sebesar apapun kesalahan tersebut. Betapa
sering mereka mengeluarkan fatwa yang berakibat tertumpahnya darah, terkoyaknya
kehormatan, dan terampasnya harta benda.
Oleh sebab itu sebagian ahli ilmu
menyebut mereka: Kaum Murji’ah
radikal! Sebab, kaum Murji’ah generasi pertama membesar-besarkan masalah
iman yang memang merupakan inti agama, sementara mereka membesar-besarkan
sesuatu yang merupakan perkara parsial dalam agama, yaitu politik. Dan perlu diketahui juga
bahwa praktik politik yang mereka lakukan itu tidak terlepas dari racikan
ajaran sosialis dan demokrasi. Hal itu dapat terlihat jelas dalam buku-buku
karangan Sayyid Quthb dan orang-orang yang satu pemikiran dengannya. Atau dapat
kita sebut sebagai bid’ah fiqih haraki![31]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Golongan
Khawarij muncul akibat ketidak puasan dari tahkim yang dilakukan oleh Ali dan
Muawiayah.
2. Khawarij
menganggap kafir kepada Ali, Muawiyah, Abu Musa al-Syi’ary, Amr bin As dan
semua orang yangmengikuti tahkim.
3. Golongan
Murji’ah muncul sebagai bentuk protes dari saling menyalahkan antara kelompk
Ali dan Muawiayah.
4. Golongan
murji’ah lebih mengedepankan menunda semua urusan nanti dihadapan Allah, dan
mereka tidak mau ikut campur dengan perselisihan antara Ali dan Muawiayah.
B. Saran
Keterbatasan penulisan makalah ini mengacu kepada sumber-sumber
buku yang digunakan jauh dari standarisasi penulisan makalah ini sehingga perlu pengkajian ulang oleh penulis berikutnya.
Oleh karena itu, penulis meminta bantuannya kepada para pembaca terhadap
makalah singkat ini untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Harun
Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran
Sejarah Analisis Perabandingan, UI Press, Jakarta, 2008.
Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam, CV Pustaka setia,
Bandung, 2010.
Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid, Perinsip-Perinsip
Dasar Aliran Teologi Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Murif Yahya, Teologi
Islam, 2012.
http:muhsansyaif.wordpres.com/2011/03/25/aqidah-akhlak.
Abuddin
Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf,
hlm.31, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995.
http://darussalam.worrdpress.com/2009/11/04/neomurjiah
masa kini lebih radikal/
Siradjuddin
Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah,
hlm.182, TB Pustaka Tarbiyah Baru, jakarta, 2008
http.ahabiah-syaithoniyah.blogspot.com.
[1] Murif
Yahya, Ilmu Kalm, Bandung, 2012
[2] Harun
Nasuton, Teologi Islam Aliran-Aliran
Sejara Analisis Perbandingan, hlm.13, UI Press, Jakarta, 2008
[3]
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Perinsip-Perinsip
Dasar Aliran Teologi Islam, hlm.189, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998
[4]
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal. 133,
CV Pustaka Setia,Bandung, 2010
[5] Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid,op.cit, hlm.190
[6] ibid,
hlm. 188
[7] Murif
Yahya, Ilmu Kalm, hlm.19, Bandung,
2012
[8] Harun
Nasuton, Teologi Islam aliran-aliran
sejara analisis perbandingan, hlm.15, UI Press, Jakarta, 2008
[9]
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan
Tasawuf, hlm.31, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995
[10] murif
Yahya, op. Cit, hal. 19
[11]
Rosihon Anwar, op. Cit, hal. 134
[12] Harun
Nasution, op. cit, hlm. 16
[13] Murif
Yahya, op. cit, hlm. 19
[14] Harun
Nasution, op. cit, hlm. 18
[15] Ibid,
hlm. 20
[16] Murif
Yahya, op.cit, hlm. 19
[17]
Rosihon Anwar, op. cit, hlm.135
[18]
Wahabiah-syaithoniyah.blogspot.com
[19]
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal
Jamaah, hlm.182, TB Pustaka Tarbiyah Baru, jakarta, 2008
[20] Harun
Nasution, op. cit., hlm. 24
[21] Murif
Yahya, op. cit., hlm. 31
[22] Harun
Nasution, op. cit., hlm. 25
[23]
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, op. cit., hlm. 214
[24]
Siradjuddin Abbas, op. cit., hlm.186
[25] Harun
Nasution, op. cit, hlm. 26
[26]
http:muhsansyaif.wordpres.com/2011/03/25/aqidah-akhlak.
[27] Harun
Nasution, op. cit, hlm. 28
[28] Murif
Yahya, op. cit hlm. 29
[29]
Rosihon Anwar, op. cit.,hlm. 136
[30] Murif
Yahya, op. cit., hlm. 29-30
[31]
http://darussalam.worrdpress.com/2009/11/04/neomurjiah masa kini lebih radikal/
No comments:
Post a Comment