PopAds

Saturday, 24 October 2015

GOLONGAN KHAWARIJ DAN MURJI'AH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Beranjak dari  pemahan beberapa pendapat mengenai ormas-ormas islam yang menganut beberapa pemahaman mengenai aliran teologi dalam islam maka penting lah bagi penulis untuk memeberikan pengantar mengenai beberapa pemahaman tersebut dalam sebuah makalah ringkas. Dalam makalah ini dijelaskan beberapa aliran yaitu Khawarij dan Murji’ah, yang didalamnya dibahas mengenai latar belakang kemunculan, doktrin-doktrin, sekte-sekte dan bagaimana perkembangannya sampai saat ini.
Semoga setelahnya memahami makalah ini kita menjadi tahu dan paham terhadap beberapa ajaran khawarij dan murji’ah, sehingga kita dapat menentukan sikap.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa latar belakang kemunculan Golongan Khawarij dan Murji’ah?
2.      Apa doktrin-doktrin Golongan Khawarij dan Murji’ah?
3.      Apa penyebab pertentangan di Golongan Khawarij dan Murji’ah?
4.      Bagaimana dengan Khawarij dan murji’ah masa kini?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui latar belakang kemunculan Khawarij dan Murji’ah;
2.      Memahami doktrin Golongan Khawarij dan Murji’ah;
3.      Memberitahukan penyebab pertentangan yang berdampak timbulnya sekte-sekte dalam Golongan Khawarij dan Murji’ah;
4.      Memberitahukan perkrmbangan Khawarij dan Murji’ah masa kini.
D.    Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3  bagian, yaitu : bagian pendahuluan,bagian isi dan bagian akh
ir (penutup).
Bagian isi dibagi menjadi 4 bab, yaitu sebagai berikut :
1.      Bab I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan mengemukakan latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
2.      Bab II  Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan sebagai jawaban dari permasalahan dan ditambah dengan analisis perbandingan sebagai hasil dari pemahaman penulils.
3.      Bab IV Penutup
Penutup berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemahaman pennulis dan saran.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Golongan Khawarij
1.      Latar Belakang Kemunculan
Khawarij berasal dari kata khariji artinya orang yang pergi keluar.[1] Golongan  Khawarij terdiri atas pengikut-pengikut Ali yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khalifah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan.[2] Akhirnya aliran ini membenci Saidina Ali karena dianggap lemah dalam menegakan kebenaran, sebagaimana mereka membenci Saidia Muawiyah karena melawan Khalifah yang sah. Aliran inilah yang dinamakan aliran Khawarij, yakni keluar dari Saidina Ali dan Saidina Muawiyah.
Mereka mengadakan semboyan “ la hukma illa lillah” (tak ada hukum kecuali dari Allah).
2.      Pandangan-Pandangan
a.       Kepemimpinan
Para golongan Khawarij bersepakat mengakui kepemimpinan Usman bin Affan disaat terjadi mala petaka yang menimpa dirinya. Mula-mula mereka juga mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, tetapi setelah Ali menyetujui tahkim, mereka berbalik mengingkarinya, dan mereka pun mengkufurkan Muawiyah, Amr ibn Ash dan Abu Musa al-Asy’ari.[3] Berdasarkan firman Allah pada surat Al-maidah :44, yang artinya “ barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.[4]
b.      Anak-Anak
Golongaan Khawarij berbeda anggapan tentang anak-anak, yang terpecah dalam tiga anggapan :
Ø  Kelompok pertama beranggapan bahwa anak-anak orang musyrik itu niscaya dihukum sepeti bapaknya disiksa dalam neraka, begitupun anak-anak orang mumin niscaya dihukum seperti bapaknya.
Ø  Golongan kedua beranggapan bahwa boleh-boleh saja memberi siksaan atau tidak kepada anak-anak orang musyrik, sementara kepada anak-anak orang mumin, Allah niscaya memberikan balasan seperti apa yang diperoleh bapaknya. Sebagaiman firman Allah surat Al-Thur : 21, yang artinya “ dan orang-orang mukmin serta anak-cucunya yang mengikuti mereka dalam keimanan, niscaya kami hubungkan anak-cucunya itu dengan mereka…
Ø  Golongan ketiga Qodariyah, beranggapan bahwa anak-anak oranag musyrik ataupun orang mukmin itu, niscaya berada dalam surga. [5]
c.       Al-Qur’an
Para pengikut Kahawarij beranggapan bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
d.      Qadar
Kebanyakan para pengikut Khawarij mempnyai anggapan yang bersesuaian dengan aliran Mu’tazilah yaitu menisbatkan segala sesuatu merupakan ketentuan Allah.
e.       Siksaan Allah
Golongan Khawarij mengatakan orang yang melakukan dosa besar, yaitu sampai meninggal tetap melakukan dosa besar, niscaya dia berada dalam neraka selamanya. Tetapi aliran Khawarij pun menganggap orang muslim yang melakukan dosa besar niscaya disiksa pula seperti layaknya orang kafir.[6]
f.       Cap kafir
Satu keistimewaan kaum Kkhawarij ialah lekas-lekas menuduh “kafir” bagi orang-orang yang tidak mengikutinya. Nafi’I bin azraq, yang digelari amirul mu’minin oleh kaum Khawarij mempatwakan bahwa sekalian orang yang membantahnya adalah kafir yang halal darahnya, hartanya dan halal anak istrinya.
3.      Pertentangan di Kalangan Khawarij
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Khawarij tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dikalangan para pendukung khawarij sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar dalam cara pandang sehingga menyebabkan aliran ini terbagi kedalam beberapa sub sekte.
4.      Sekte-Sekte
a.       Al-Muhakkimah
Golongan ini dipimpin oleh Abdullah bin Wahab,[7] bagi mereka Ali, Muawiyyah, Amr bin Ash, Abu Musa ak-Asy’ary dan semua orang yang mengikuti arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukuman kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang melakukan dosa besar. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang telah mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam.[8] Demikian pula dengan dosa-dosa besar lainnya, dapat mengakibatkan keluar dari islam dan kafir.[9]
b.      Al-Azariqoh
Golongan ini dipimpin oleh Nafi Al-Hanafi[10] subsekte ini sikapnya lebih radikal, mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musyrik atau polytheist. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara berkesinambungan mengerjakan dosa kecil, bila tidak dilakukan secara kontinu, pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir. Namun, jika dilaksanakan terus, ia akan menjadi musyrik.[11] Dan didalam islam musyrik merupakan dosa yang besar, lebih besar dari kufur. Selanjutnya yang dipandang musyrik ialah semua orang yang tak sepaham dengan mereka. Bahka orang yang sepaham dengan Azariqoh, tetapi tidak mau berhijrah kedalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik.[12]
c.       An-Najat
Pimpinannya adalah Najdah bin Amir Al-Hanafi[13] mereka berpendapat bahwa yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, betul akan mendapt siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga. Dosa kecil baginya akan menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus menerus dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik.[14]
d.      Al-Ajaridah
Pimpinannya adalah Abd al-Karim ibn Ajrad, subsekte ini bersifat lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban tetapi hanya merupakan kebajikan. Dengan demikian kaun Ajridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap kafir. Golongan Ajaridah terpecah menjadi golongan keci. Diantaranya, golongan al-Maimuniah menganut paham qodariah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan Hamziah menganut paham yang sama dengan al-Maimuniah. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paha tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia, manusia tidak dapat menentang kehendak Allah.[15]
e.       As-Sufriyah
Pimpinannya adalah Zaid bin Al-Ashfar[16] mereka membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa yang sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang sanksinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang dikategorikan pertama tidak diangap kafir, sedangkan orang yang melaksanakan dosa kategori kedua dianggap kafir.[17]
5.      Khawarij Masa Kini
Permulaan munculnya Muhammad ibn Abdil Wahhab ini ialah di wilayah timur sekitar tahun 1143 H. Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab meninggal pada tahun 1206 H. Ia banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap sebagai berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Ajarannya tersebut banyak ia ambil atau tepatnya ia hidupkan kembali dari faham-faham Ibn Taimiyah yang sebelumnya telah padam, di antaranya; mengharamkan tawassul dengan Rasulullah, mengharamkan perjalanan untuk ziarah ke makam Rasulullah atau makam lainnya dari para Nabi dan orang-orang saleh untuk tujuan berdoa di sana dengan harapan dikabulkan oleh Allah, mengkafirkan orang yang memanggil dengan “Ya Rasulallah…!”, atau “Ya Muhammad…!”, atau seumpama “Ya Abdul Qadir…!
Selain menghidupkan kembali faham-faham Ibn Timiyyah, Muhammad ibn Abdil Wahhab juga membuat faham baru, di antaranya; mengharamkan mengenakan hirz (semacam jimat) walaupun di dalamnya hanya terkandung ayat-ayat al-Qur’an atau nama-nama Allah, mengharamkan bacaan keras dalam shalawat kepada Rasulullah setelah mengumandangkan adzan. Kemudian para pengikutnya, yang kenal dengan kaum Wahhabiyyah, mengharamkan perayaan maulid nabi Muhammad. Hal ini berbeda dengan Imam mereka; yaitu Ibn Taimiyah, yang telah membolehkannya.
Salah seorang ahli tafsir terkemuka; Syekh Ahmad ash-Shawi al-Maliki dalam ta’lîq-nya terhadap Tafsîr al-Jalâlain menuliskan sebagai berikut:
“Menurut satu pendapat bahwa ayat ini(al-Ahqaf: 5, al-Ra’ad: 1) turun tentang kaum Khawarij, karena mereka adalah kaum yang banyak merusak takwil ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits Rasulullah. Mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-harta mereka. Dan kelompok semacam itu pada masa sekarang ini telah ada. Mereka itu adalah kelompok yang berada di negeri Hijaz; bernama kelompok Wahhabiyyah. Mereka mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar dan terkemuka, padahal mereka adalah para pendusta. Mereka telah dikuasai oleh setan hingga mereka lalai dari mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah orang-orang yang merugi. Kita berdo’a kepada Allah, semoga Allah menghancurkan mereka” (Mir-ât an-Najdiyyah, h. 86).
Syekh Ibn Abidin al-Hanafi dalam karyanya; Hâsyiyah Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr menuslikan sebagai berikut:
“Penjelasan; Prihal para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai kaum Khawarij di zaman kita ini. Pernyataan pengarang kitab (yang saya jelaskan ini) tentang kaum Khawarij: “Wa Yukaffirûn Ash-hâba Nabiyyina…”, bahwa mereka adalah kaum yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah, artinya kaum Khawarij tersebut bukan hanya mengkafirkan para sahabat saja, tetapi kaum Khawarij adalah siapapun mereka yang keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib dan memberontak kepadanya. Kemudian dalam keyakinan kaum Khawajij tersebut bahwa yang memerangi Ali ibn Abi Thalib, yaitu Mu’awiyah dan pengikutnya, adalah juga orang-orang kafir. Kelompok Khawarij ini seperti yang terjadi di zaman kita sekarang, yaitu para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah memerangi dan menguasai al-Haramain; Mekkah dan Madinah. Mereka memakai kedok madzhab Hanbali. Mereka meyakini bahwa hanya diri mereka yang beragama Islam, sementara siapapun yang menyalahi mereka adalah orang-orang musyrik. Lalu untuk menegakan keyakinan ini mereka mengahalalkan membunuh orang-orang Ahlussunnah. Oleh karenanya banyak di antara ulama Ahlussunnah yang telah mereka bunuh. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (th 1233 H)” (Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr, j. 4, h. 262; Kitab tentang kaum pemberontak.).[18]
B.     Golongan Murji’ah
1.      Latar Belakang Kemunculan
Asal kata “murji’ah” dari “irja”, artinya menangguhkan. kaum murji’ah atinya kaum yang menanguhkan. Kaum murji’ah lahir pada abad ke satu hijriah setelah melihat hal-hal di bawah ini:
Ø  Kaum Syi’ah menyalahkan, bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat khalifah dari Sidina Ali.
Ø  Kaum Khawarij menghukum kafir Khalifah Muawiyah karena melawan pada Khalifah yang sah, yaitu Saidina Ali. Begitu juga kaum Khawarij menghukum kafir Saidina Ali karena menerima “tahkim” dalam perang Siffin.
Ø  Kaum Muawiyah menyalahkan orang-orang pihak Ali, karena memberontak melawan Saidina Utsman bin Affan.
Ø  Sebagian pengikut Saidina Ali menyatakan salah terhadap sikap Siti Aisyah, Thalha dan Zuber yang menggerakan perlawanan terhadap Sidina Ali sehingga terjadi perang Jamal.[19]
Dalam suasana pertentangan tersebut, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan. Bagi mereka sahabat yang bertentangan itu merupkan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah, dan memandang lebih baik menunda (arja’a) penyelesaian persoalan ini kehari perhitungan di depan Tuhan.[20]
2.      Pandangan-Pandangan
Menurut Harun Nasution, ada empat pokok ajaran murji’ah, yaitu:
a.       Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Musa Al-Asy’ary yang terlibat dalam tahkim dan menyerahkan kepada Allah di hari kiamat kelak;
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar;
c.       Meletakan (pentingnya) amal daripada iman;
d.      Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat daripada Allah.[21]
e.       Kaum Murji’ah menjatuhkan hukuman mukmin bagi orang yang melakukan dosa besar dan dosa tersebut ditunda penyelesiannya ke hari perhitungan kelak.[22]
f.       Setiap perbuatan maksiat itu merupakan dosa besar[23]
g.      Iman itu ialah mengenal Tuhan dan Rasul-Rasul-Nya. Kalau kita sudah mengenal Tuhan dan Rasull-Nya itu sudah cukup, sudah menjadi mu’min.[24]
3.      Pertentangan di kalangan Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan penadapat di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah.
Pada umunmnya kaum Murji’ah di golongkan menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat dan golongan Ekstrim.
a.       Golongan Moderat
Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi), Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman.[25]
Dengan gambaran serupa itu, maka iman semua orang islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara iman orang islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang patuh menjalankan perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman.
b.      Golongan Murji’ah Ekstrim   
Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah, Al-Ghailaniyah, As-Saubaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karamiyah.[26]
Menurut golongan ini orang islam yang percaya terhap Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara liasan tidak menjadi kafir,  karena iman dan kufur tempatnya dalam hati, bukan dalam bagian lain dalam tubuh manusia. Bahkan orang yang demikian pula tidak menjadi kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran-ajaran Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya kepada trinity, dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.[27]
4.      Sekte-Sekte
a.       Al-Yunusiyah
Pimpinannya Yunus bin Aum an-Numairy. Ajarannya antara lain:
Maksiat tidak membahayakan kalau iaman masih ada. bahwa iblis itu mengenal Allah tetapi ia kafir karena sombong.[28] iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau dengan kata lain, ma’rifat (mengetahhui) Allah dengan kalbu; bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan maupun tindakan.[29]
b.      Al-Ubaidiyah
Pemimpinnya al-Ubaid al-Muktab. Ajaarannya antara lain: bahwa ilmu Allah, kalam-Nya dan agama-Nya senantiasa merupkan yang lain dari padanya.
c.       Al-Ghasaniyah
Pimpinannya adalah Ghsan al-Kaufi. Ajrannya antara lain: bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
d.      Asy-Syabaniyah
Pemimpinnya Syauban al-Murji. Ajarannya antara lain: mereka tidak menegaskan seoragn mukmin yang berdosa besar akan keluar dari api neraka.
e.       At-Tumaniyah
Pemimpinnya Abu Muas at-Taumiyah. Ajarannya antara lain: bahwa orang yangmeninggalkan shlat dan berkata halal meninggalkannya adalah kafir, tetapi dengan niat qada tidaklah kafir.
f.       Ash Shalihiyah
Pemimpinnya Abu Amir as-Shalihi. Ajarannya ntara lain: bahwa yang disebut zakat, puas dan haji itu hanyalah digambarkan sebagi kepatuhan belaka dan tidak dimasukan dalam masalah ibadah kepada Allah, sebaba yang dianggap ibadah adalah iman.
g.      Al-Jahimiyah
Pemimpinya adalah Jahm ibn Shafwan. Ajarannya antara lain: Al-Qur’an adalah makhluk Allah, jadi Qur’an itu baru dan tuhan tidak dapat dilihat walaupun di akhirat.[30]



5.      Murji’ah Masa Kini
perlu Anda ketahui bahwa pokok kesalahan kaum Murji’ah generasi pertama adalah terlalu membesar-besarkan perkara iman dan menyepelekan perkara maksiat. Mereka menyangkal iman dapat terhapus karena dosa. Mereka mengatakan: “Dosa tidak dapat melunturkan iman!” Itulah pangkal kesesatan mereka.
Adapun pokok kesalahan mereka sekarang ini adalah terlalu membesar-besarkan masalah politik. Siapa saja yang ikut dalam gerakan mereka akan mendapat loyalitas penuh. Dosa tidak dapat mempengaruhi fiqih haraki! Meskipun dosa, syirik kepada Alloh  SWT sekalipun! Buktinya berapa banyak tokoh dan pemimpin mereka yang jatuh dalam kesalahan besar, namun tidak seorangpun di antara mereka yang tergerak mengkritiknya demi membela agama! Semangat mereka hanyalah untuk membela kelompok dan golongan mereka saja.
Coba lihat bagaimana heboh dan gegernya mereka ketika Syaikh Abdul-Aziz bin Baz dan Syaikh al-Albani menganjurkan agar menghentikan perlawanan berdarah melawan Yahudi selama memulihkan kekuatan kaum muslimin! Padahal fatwa tersebut berasal dari dua orang mujtahid abad ini!
Apabila tokoh dan pemimpin mereka yang salah, maka sebagai anggota harokah mereka menutup mata terhadap kesalahan itu walau sebesar apapun kesalahan tersebut. Betapa sering mereka mengeluarkan fatwa yang berakibat tertumpahnya darah, terkoyaknya kehormatan, dan terampasnya harta benda.
Oleh sebab itu sebagian ahli ilmu menyebut mereka: Kaum Murji’ah radikal! Sebab, kaum Murji’ah generasi pertama membesar-besarkan masalah iman yang memang merupakan inti agama, sementara mereka membesar-besarkan sesuatu yang merupakan perkara parsial dalam agama, yaitu politik. Dan perlu diketahui juga bahwa praktik politik yang mereka lakukan itu tidak terlepas dari racikan ajaran sosialis dan demokrasi. Hal itu dapat terlihat jelas dalam buku-buku karangan Sayyid Quthb dan orang-orang yang satu pemikiran dengannya. Atau dapat kita sebut sebagai bid’ah fiqih haraki![31]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Golongan Khawarij muncul akibat ketidak puasan dari tahkim yang dilakukan oleh Ali dan Muawiayah.
2.      Khawarij menganggap kafir kepada Ali, Muawiyah, Abu Musa al-Syi’ary, Amr bin As dan semua orang yangmengikuti tahkim.
3.      Golongan Murji’ah muncul sebagai bentuk protes dari saling menyalahkan antara kelompk Ali dan Muawiayah.
4.      Golongan murji’ah lebih mengedepankan menunda semua urusan nanti dihadapan Allah, dan mereka tidak mau ikut campur dengan perselisihan antara Ali dan Muawiayah.
B.     Saran
Keterbatasan penulisan makalah ini mengacu kepada sumber-sumber buku yang digunakan jauh dari standarisasi penulisan makalah ini sehingga perlu pengkajian ulang oleh penulis berikutnya. Oleh karena itu, penulis meminta bantuannya kepada para pembaca terhadap makalah singkat ini untuk perbaikan makalah selanjutnya.








Daftar Pustaka
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perabandingan, UI Press, Jakarta, 2008.
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, CV Pustaka setia, Bandung, 2010.
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Perinsip-Perinsip Dasar Aliran Teologi Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Murif  Yahya, Teologi Islam, 2012.
http:muhsansyaif.wordpres.com/2011/03/25/aqidah-akhlak.
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, hlm.31, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995.
http://darussalam.worrdpress.com/2009/11/04/neomurjiah masa kini lebih radikal/
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, hlm.182, TB Pustaka Tarbiyah Baru, jakarta, 2008
http.ahabiah-syaithoniyah.blogspot.com.



[1] Murif Yahya, Ilmu Kalm, Bandung, 2012
[2] Harun Nasuton, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejara Analisis Perbandingan, hlm.13, UI Press, Jakarta, 2008 
[3] Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Perinsip-Perinsip Dasar Aliran Teologi Islam, hlm.189, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998
[4] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal. 133, CV Pustaka Setia,Bandung, 2010
[5] Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid,op.cit, hlm.190
[6] ibid, hlm. 188
[7] Murif Yahya, Ilmu Kalm, hlm.19, Bandung, 2012
[8] Harun Nasuton, Teologi Islam aliran-aliran sejara analisis perbandingan, hlm.15, UI Press, Jakarta, 2008
[9] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, hlm.31, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995
[10] murif Yahya, op. Cit, hal. 19
[11] Rosihon Anwar, op. Cit, hal. 134
[12] Harun Nasution, op. cit, hlm. 16
[13] Murif Yahya, op. cit, hlm. 19
[14] Harun Nasution, op. cit, hlm. 18
[15] Ibid, hlm. 20
[16] Murif Yahya, op.cit, hlm. 19
[17] Rosihon Anwar, op. cit, hlm.135
[18] Wahabiah-syaithoniyah.blogspot.com

[19] Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, hlm.182, TB Pustaka Tarbiyah Baru, jakarta, 2008
[20] Harun Nasution, op. cit., hlm. 24
[21] Murif Yahya, op. cit., hlm. 31
[22] Harun Nasution, op. cit., hlm. 25
[23] Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, op. cit., hlm. 214
[24] Siradjuddin Abbas, op. cit., hlm.186
[25] Harun Nasution, op. cit, hlm. 26
[26] http:muhsansyaif.wordpres.com/2011/03/25/aqidah-akhlak.
[27] Harun Nasution, op. cit, hlm. 28
[28] Murif Yahya, op. cit hlm. 29
[29] Rosihon Anwar, op. cit.,hlm. 136
[30] Murif Yahya, op. cit., hlm. 29-30
[31] http://darussalam.worrdpress.com/2009/11/04/neomurjiah masa kini lebih radikal/

No comments:

Post a Comment